Tanggapan untuk Apologet Kristen tentang kata Ibrani "Echad" אֶחָד

Apologet kristen memberikan tanggapan sehubungan dengan tulisan TYI mengenai penggunaan kata echad אֶחָד yang oleh kaum penganut paham trinitas dijadikan argumen seolah olah mengisyaratkan doktrin Trinitas di dalam Tanakh.

Pokok pokok argumentasi yang di sodorkan adalah sebagai berikut:

(1)

//Mengutip Michael Brown, misionaris kristen berbaju yahudi yang berargumen dengan logika dibalik. “…Actually, ’echad simply means “one,” exactly like our English word “one.” While it can refer to compound unity (just as our English word can, as in one team, one couple, etc.), it does not specifically refer to compound unity. On the other hand, ’echad certainly does not refer to the concept of absolute unity,.. In fact, there is not a single verse anywhere in the Bible that clearly or directly states that God is an absolute unity” Michael Brown , Answering Jewish Objection to Jesus, Volume Two, Baker Books, Grand Rapids, 2000 //

Jelas disini Brown, seolah olah berpendapat bahwa makna asal dari kata “echad ” אֶחָד adalah compound unity, tetapi tidak di menutup peluang bahwa ada makna pelengkap yakni berkedudukan sebagai absolute unity karena menurut nya dalam Tanakh tidak pernah di katakan bahwa Tuhan itu satu yang absolut.

Argumen membalik logika ini adalah “kesalahan logis” / logical fallacy, karena karena makna asal “echad” adalah kata tunggal absolut karena hampir semua /mayoritas kataechad yang dipakai dalam Tanakh (800 +) bermakna tunggal absolut hanya sebagian kecil situasi bermakna jamak kesatuan. Kita bisa mengetahui dari konteks kata tersebut dalam kalimat. Tugas penganut paham tritarian lah yang harus menemukan tambahan informasi sebagai konteks yang menerangkan bahwa dalam Shema bahwa “echad” disini bernakna jamak bukan tunggal. Masalahnya kita tidak akan menemukan nya.

Contoh paling sederhana nya, jika saudara membeli telor di toko anda tidak bisa jika anda bermaksud memesan 1 lusin telur dengan hanya berkata ‘1 telur”. Karena makna asal kata אֶחָד echad dalam bahasa Ibrani adalah kata bilangan “1” yang mutlak / absolut sedangkan יָחִיד yachid bisa berkedudukan sebagai kata sifat dan kata benda yang bermakna “sendiri, sendirian atau individu.

Rabbi Benyamin Abrahamson seorang rabbi orthodox di Yerusalem yang juga mendapatkan pengakuan dari para rabbi orthodox terkemuka di dunia. ketika di tanya mengatakan :

Does the word echad mean”composite unity” as many Christians say.

Rabbi Ben Abrahamson replied:

No not really. Like arabic, when used with a noun, it can mean a grouping together of things under one name. Like “sefer echad” means “one book”, even though it has a cover, table of contents, chapters, etc. However, when used without a qualifier, as it is in Deut 6:4, it means “the source of all things”. The One. The Creator all of creation. There are many other Torah verses that teach that God is also indivisible (Yachid).

Rabbi Ben Abrahamson also adds:

“united oneness” is a strange term. Everything in this world, “one book”, “one cup”, “one house”, “one tree” is one thing that is made up of parts. But this never applies to its essence. And when used as “One” without a noun, it means the Creator of everthing

Jadi jelas disini para rabbi Yahudi yang mempunyai otoritas memaknai kata“echad” dengan makna asal kata tunggal absolut yamg berarti SATU. Kita bisa mengetahui dari konteks atau qualifier kata tersebut dalam kalimat. Tugas penganut paham tritarian lah yang harus menyertakan tambahan informasi sebagai qualifer yang menerangkan bahwa dalam Shema bahwa “echad” disini bernakna jamak bukan tunggal. Dan khusus untuk kata echad dalam Ul 6:4. ini bermakna Satu yang satu-satu nya Maha Pencipta.

(2)

//Mengutip pernyataan komentary Jewish Publication Society’ : . “… the precise meaning of the Shema is uncertain and it permits several possible renderings. The present translation indicates that the verse is a description of the proper relationship between YHVH and Israel: He alone is Israel’s God. This is not a declaration of monotheism, meaning that there is only one God. That point was made in 4:35 and 39, which state that ‘YHVH alone is God.’…This understanding of the Shema as describing a relationship with God, rather than His nature”. //

Kita belum bisa mem-verifikasi keakuratan kutipan tersebut, namun Jewish Publication Society BUKAN lah organisasi Yahudi orthodox. Edisi terjemahan Tanakh JPS 1917 malah itu terjemahan dengan agenda kristen, yakni adaptasi dari terjemahan KJV. Mengutip JPS kalau benar akurat tidak membuktikan apa-apa.

Mereka melanjutkan:

(3)

//Bahkan The Jewish Study Bible menegaskan bahwa klaim tentang pernyataan monotheism dalam Shema sebagai anakronistik. “..Modern readers regard the Shema as an assertion of monotheism, a view that is anachronistic. In the context of ancient Israelite religion, it served as a public proclamation of exclusive loyalty to YHVH as the sole LoRD of IsraeL”. Sikap mem-blow up point tentang monotheism dalam Shema, digemakan kembali oleh The Yeshiva Institute, sebagai upaya mencounter konsep Trinity dalam Tanakh.//

Yng dimaksudkan sebagai “anakronistik” dalam catatan JSB adalah bukan dimaksudkan dalam penegrtian bahwa shema merupakan statement trinitarian yaitu hakekat Tuhan dengan 3 persona, namun ini adalah penegasan bahwa Tuhan Israel HANYA “SATU” yakni YHWH diantara tuhan -tuhan lain dengan huruf “t” kecil yang merupakan sesembahan kaum pagan.

Berikut kami kutipkan JSB 2nd Edition. Oxford Uni Press: under the Shema /Ul 6:4 (emphasis mine)

“Almost certainly, the original force of the v., as the medieval Jewish exegetes in translators’ note b recognized, was to demand that Israel show exclusive loyalty to our God, Yhvh— but not thereby to deny the existence of other gods. In this way, it assumes the same perspective as the first commandment of the Decalogue, which, by prohibiting the worship of other gods, presupposes their existence (see 5.7 n.)”

Jadi jelas disini JSB memberikan opsi bahwa pernytaan Shema membadingkan YHWW dengan tuhan sesembahan palsu / false gods BUKAN dengan Tuhan yang sesungguhnya apalagi “tuhan” yang kemudian yang berinkarnasi menjadi manusia.

Namun demikian JSB juga tidak menafikan kemungkina lain bahwa Shema adalah penegasan monotheisme seperti yang di mengerti oleh rabbi-rabbi Yahudi.

The first, older translation, which makes a statement about the UNITY and the INDIVISIBILITY of God, does not do full justice to this text (though it makes sense in a later Jewish context as a polemic against Christianity).

Jadi the shema menjadi normative sebagai pernyataan monotheisme (absolute unity of GOD) sebagai pembeda pernyataan iman agama Yahudi dengan dengan kaum goyim yang memakai Tanakh dan berpaham trintitas dan mengedepankan paham kristus sebagai inkarnasi YHWH yang kemudian disebut pengikut kristen.

(4)

//Jika kata Echad memang diartikan sebagai absolute one dalam Shema, lalu mengapa Rambam (Moses Maimonides) seorang rabi yang sangat dihormati pihak Judaism justru menggantikannya menjadi Yachid dalam tulisannya “The Second Principle of Faith”. Hal ini menunjukan Rambam sendiri masih ragu dengan interpretasi Echad sebagai absolute one sehingga perlu menggantikannya menjadi Yachid. So.. Shema (Ul 6:4) jelas tidak tepat digunakan untuk menolak Trinity dan juga bagi pihak Kristen kata Echad dalam pengertian Compound Unity juga tidak tepat dimasukan pengertiannya ke dalam Shema.//

Seperti yang dijelaskan sebelum nya Kata “ehad”, dalam Tanakh bermakna asal/dasar: sebagai satu kesatuan yang absolut. tentu saja bisa digunakan untuk kata compound unity kalau ada penjelasan atau dari kontext nya.

Bentuk jama dari yachid: yachidim, digunakan hanya 1 x dan dipakai untuk manusia yang. (Mz 68:7). bentuk jamak dari echad, achadim אֲחָדִֽים , digunakan 5x , 3x meuujuk ke “hari”yamim achadim Kej 27:44, 29:20, & Dan 11:20. 2x merujuk pada banyak benda yang menjadi satu entitas. Kej 11:1 – Adapun seluruh bumi, satu bahasanya dan satu ucapannya [dvarim ahadim]. Yehzk 37:17 – Gabungkanlah keduanya menjadi satu papan, sehingga keduanya menjadi satu dalam tanganmu [vhayu lachadim וְהָי֥וּ לַאֲחָדִ֖ים] dalam tanganmu. Jadi bentuk jamak achadim dipergunakan untuk menggambarkan bentuk jamak kesatuan/compound unity. Jadi jelas walaupun yachid digunakan dalam bible ibranim selalu dalam kontetx BUKAN tunggal absolute unity “ONE”. Besar kemungkinan kemudian karena pengaruh bahasa Aram yang merupakan bahasa sehari-hari Eretz Yisrael pasca pengasingan di Babylonia, kemudian yachid juga dipakai untuk menunjukkan maknaabsolute unity. Seluruh penggunaan dari kata yachid dalam Tanakh ada dalam kitab2 sebelum bahasa Aram diadopsi menjadi bahasa di Eretz Yisrael. Disini menunjukkan makna kata bisa berubah dan ada perluasan makna dari kata yachid.

Bisa jadi kemudian yang menjadi pertimbangan Rambam, yang hidup 1000 tahun pasca kanonisasi Tanakh, tinggal di masa dimana era beliau hidup sudah tercemar makna Shema oleh pengaruh penganut paham trinitarian, bisa jadi di pilih nya kata Yachid dalam penjelasan Shema untuk melindungi dan membedakan Shema dari pengertian yang menyimpang dari Tauhid /monotheism.

//Kekristenan tidak hanya terfokus pada kata Echad karena interpretasi trinitarian terhadap hakekat Allah masih bisa dijumpai dalam Tanakh, seperti penggunaan term Memra & Shekhinah serta perihal Intermediary figures dalam Tanakh. Richard Bauckham dalam bukunya Jesus and the God of Israel: God Crucified and Other Studies on the New Testament’s Christology of Divine Identity, Paternoster, London, 2008 telah mengkaji dan menyimpulkannya ” Two categories of intermediary figures can be distinguished. One has been called principal angels and exalted patriarchs.²³ .. The second category of intermediary figures consists of personifications or hypostatizations of aspects of God himself, such as his Spirit, his Word and his Wisdom… In my view, the Jewish literature in question for the most part unequivocally excludes the figures in the first category from the unique identity of God, while equally unequivocally includes the figures in the second category within the unique identity of God.//

Upaya kristen untuk mencari justifikasi keyakinan trinitas di ajaran yahudi seperti “Two categories of intermediary figures “ dan “two powers in heaven” terlalu di cari-cari. Dalam sejarah nya umat Yahudi pernah melakukan tindakan yang menyimpang dari akar tradisi Yudaisme yang asli yaitu Tauhid. Mereka bahkan pernah menyembah “golden calf” anak lembu emas. Tentu saja ini bukan berarti ini ajaran mereka yang asli dari Tuhan nya Abraham atau Musa.

Mengutip pandangan Pakar perjanjian baru yang juga evangelical spt Bauckham, Professor Dale C. Allison Jr. dalam bukunya “The historical Christ and the Theological Jesus” ,

Christian tradition sometimes attests the notion that one can encounter the divine reality revealed in Jesus of Nazareth without knowing anything about him. The second-century Christian apologist Justin Martyr, rewriting ideas he learned from the Stoics, urged that Jesus was the Word or Logos, “of whom every tribe of men and women partakes; and that “those who [before Jesus came] lived their lives with the Logos were Christians, even if they were reckoned to be atheists, such as, among the Greeks, Socrates, Heraclitus, and those like them’ (1 Apology 46).

Tradisi trinitarianisme selalu mencari-cari pembenaran terhadap Tuhan yang “menjelma” menjadi manusia dalam pemikiran2 paganisme Helenisme dan menjadikan pemahaman itu sebagai model seperti pandangan helenisme “logos”.

Dr. David M. Litwa Pakar bahasa Yunani dan perjanjian baru lainnya dalam bukunya Iesus Deus: The Early Christian Depiction of Jesus as a Mediterranean God mengatakan :

Christians constructed a divine Jesus with traits specific to deities in Greco-Roman cultu

Jadi paham trinitas ini adalah paham yang bukan asli dari akar Yahudi namun penagruh Paganisme.

(6)

Daniel Boyarin, seorang Jewish Scholar telah mengkaji konsep kekristenan tentang hakekat Allah. Walaupun dia tidak percaya Yesus, namun dari hasil kajiannya dia menyatakan konsep kekristenan itu bukanlah konsep “un-jewish”. “..Jews will have to stop vilifying Christian ideas about God as simply a collection of “un-Jewish,” perhaps pagan, and in any case bizarre fantasies. GOD IN A HUMAN BODY indeed! Recognizing these ideas as deeply rooted in the ancient complex of Jewish religious ideas may not lead us Jews to accept them but should certainly help us realize that Christian ideas are not alien to us;”. (kapitalisasi teks – by me).Daniel Boyarin, The Jewish Gospels: The Story of the Jewish Christ, New York: The New Press, 2012.

Thesis yang diajukan oleh Boyarin tentang adanya akar Yahudi dalam kitab gospel perjanjian baru sebenarnya di salah artikan oleh kristen seolah olah mereka yahudi era second temple percaya adanya Tuhan yang menjelma menjadi manusia /reinkarnasi. Hal ini jelas mengaburkan apa yang Boyarin maksudkan sebenarnya. Titik berat dari Boyarin dalam bukunya adalah sekitar analisa text Daniel 7, sekitar sosok “Son of man” dalam kaitan nya dengan kepercayaan tentang konsep Metatron atau Malakh Hashem yang terelevasi menjadi sosok lesser God atau divine being. Ini sangat berbeda dengan konsep trinitarianisme. Juga mengapa tidak ada sekte judaism yang menjadi pengikut paham binitarianisme membuktikan thesis yang diajukan para pakar itu disalah gunakan oleh kristen.

Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, orang-orang Yahudi dalam 3000 tahun perjalanan tradisi mereka sudah melalui banyak sekali fase dan penyimpangan yang dilakukan sebagian atau keseluruhan dari mereka. Bahkan mereka pernah menyembah tuhan-tuhan sesembahan palsu seperti lembu emas, tentu saja bukan berarti ini ajaran tauhid yang asli dari Tuhan nya Abraham atau Musa. Inilah yang disampikan oleh Boyarin. DIa menilai dalam tradisi panjang Yudaisme terjadi nuansa ide-idea agama rumit yang kemudian salah satu nya menjadi cikal bakal tradisi kristen. Namun sebagai orang yahudi othodox Boyarin tentunya melihat ide-ide selain dari Tauhid Murni itu sebagai penyimpangan dari ide tentang ketuhanan yang asli.

Boyarin mengatakan (The jewish gospels) :

Just as seeing an ancient Roman wall built into a modern Roman building enables us to experience ancient Rome alive and functioning in the present, this fragment of ancient lore enables Jews of the centuries just before Jesus and onward to vivify in the present of their lives this bit of ancient myth.

Tentu sah-sah saja jika dia menilai ide-ide tersebut lahir dari mosaik pemikiran orang-orang Yahudi juga. Saya sendiri menilai pendekatan Boyarin terlalu pukul rata. Hal yang mengagetkan adalah dalam buku itu (The jewish gospels) Boyarin membuka suatu peluang kemungkinan pengaruh Tuhan pagan Kanaan seperti Baal dalam ide-ide tentang Tuhan dalam Tanakh  dan juga ada nya konflik teologis dalam penyusunan kitab suci tersebut.

Kita yakin kaum kristen tidak akan mengakui ide yang diajukan Boyarin ini.

Leave a Reply