Tanggapan untuk Apologet Kristen tentang polemik kata Ibrani “Echad” אֶחָד (p.II)

echad2

Seorang apologet kristen dengan nama FB  Jimmy Jeffrey (JJ)  memberikan tanggapan sehubungan dengan tulisan TYI mengenai penggunaan kata echad אֶחָד yang oleh kaum penganut paham trinitas dijadikan argumen seolah olah mengisyaratkan doktrin Trinitas di dalam Tanakh.

TYI kemudian membuat Tulisan sebagai sanggahan dari tulisan tersebut yang kemudian mendapat  tanggapan kembali dari yang bersangkutan  yang sudah kami published dalam tulisan berikut  Tanggapan terhadap JJ bagian ke 1

Berikut adalah tanggapan dari tulisan JJ bagian bagian ke 2

TYI

Seperti yang dijelaskan sebelum nya Kata “ehad”, dalam bible ibrani bermakna asal/dasar: sebagai satu kesatuan yang absolut. tentu saja bisa digunakan untuk kata compound unity kalau ada penjelasan atau dari kontext nya.
Bentuk jamak dari yahid: yahidim, digunakan hanya 1 x dan dipakai untuk manusia yang. (Mz 68:7). bentuk jamak dari ehad, ahadim אֲחָדִֽים , digunakan 5x 3x meuujuk ke “hari” yamim ahadim Kej 27:44, 29:20, & Dan 11:20. 2x merujuk pada banyak benda yang menjadi satu entitas. Kej 11:1 – Adapun seluruh bumi, satu bahasanya dan satu ucapannya [dvarim ahadim]. Yehzk 37:17 – Gabungkanlah keduanya menjadi satu papan, sehingga keduanya menjadi satu dalam tanganmu [vhayu lahadim וְהָי֥וּ לַאֲחָדִ֖ים] dalam tanganmu. Jadi bentuk jamak ahadim dipergunakan untuk menggambarkan bentuk jamak kesatuan/compound unity. Jadi jelas walaupun yachid digunakan dalam bible ibranim selalu dalam kontetx BUKAN tunggal absolute unity one. Besar kemungkinan kemudian karena pengaruh bahasa Aram yang merupakan bahasa sehari-hari Eretz Yisrael pasca pengasingan di Babylonia, kemudian yachid juga dipakai untuk menunjukkan makna absolute unity. Seluruh penggunaan dari kata yachid dalam Tanakh ada dalam kitab2 sebelum bahasa Aram diadopsi menjadi bahasa di Eretz Yisrael. Disini menunjukkan makna kata bisa berubah dan ada perluasan makna dari kata yachid.

 JJ

Dalam Yeh 37:17 memang terdapat lebih dari satu noun yaitu dua papan kemudian digabung menjadi satu papan. Namun dalam Kej 11:1 justru tidak mengindikasikan adanya penggabungan (compound), Kej 11:1  And the whole earth was of one language, and of one speech. Frase “one language” translit text Ibraninya “sapah ehat” dan frase “one speech” translitnya “udevarim ahadim”. Frase one speech dan one language jelas sejajar, maka kata “ahadim” dengan suffix -im sejajar dengan kata ehat tanpa suffix -im. One language ini bukanlah hasil penggabungan lebih dari satu bahasa. Sehingga point dari TYI yang mencoba menjustifikasi bahwa untuk compound unity dari kata Echad harus menggunakan suffix -im menjadi gugur. Penggunaan suffix -im dalam kaidah bahasa Ibrani bisa berarti plurality atau bisa juga dalam pengertian singular intensity. Demikian pula sebaliknya kata Echad tanpa suffix -im bisa juga bermakna compound atau composite unity. Misalnya frase “goy echad” (one nation) dalam 2 Sam 7:23  dan frase “am echad” (one people) dalam Kej 34:16. One people bermakna compound/composite unity yaitu terdiri atas individu-individu bagian dari one people tersebut.

Dalam Kej 11:1 tertulis:

וַֽיְהִ֥י כָל־הָאָ֖רֶץ שָׂפָ֣ה אֶחָ֑ת וּדְבָרִ֖ים אֲחָדִֽים

wayehi khol-ha’arets saphah echath udevarim achadim

Adapun seluruh bumi, satu bahasanya dan satu ucapan-nya.

Tidak tepat kalau kalimat dalam bahasa Ibrani dengan konstruksi shem שׁם/ nomina ini dikatakan sejajar antara שָׂפָ֣ה אֶחָ֑ת dengan וּדְבָרִ֖ים אֲחָדִֽים . Antara kedua adalah kalimat yang sudah lengkap dan berdiri sendiri.  Rashi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan שפה אחת adalah לְשׁוֹן הַקּוֹדֶש leshon haqqodesh atau bahasa suci yakni Ibrani, sedangkan דְבָרִים אֲחָדִים. udevarim achadim yang dimaksud disini adalah jelas dalam adalah jelas menunjukkan kalimat jamak bukan  yakni perkataan-perkataan yang satu dalam composite unity. Jadi salah jika kaum yang percaya trinitas hendak memaksakan bahwa kata echad אֶחָד dalam shema  dalam Ul 6:4 menunjuk pada composite unity. Karena seharusnya kata yang digunakan menggunakan bisa menggunakan kata jamak אֲחָדִים achadim. Tidak ada pengertian composite unity dalam pemikiran Ibrani. 

 JJ

Sepertinya pihak TYI sudah apriori terhadap kajian masalah ini yang dilakukan Bible Scholar yang berbeda pemahaman teologis dengannya. Richard Bauckham telah mengkajinya secara cermat mengacu pada berbagai literatur kuno seperti tanakh dari berbagai versi (masoret text, LXX etc) dan dokumen extrabiblikal lainnya seperti jewish pseudographa, jewish apokriph, dead sea scrolls dll. Berikut ini kutipan lebih lengkap dari buku Richard Bauckham tersebut tentang apa yang dimaksud kategori pertama dan kedua.
Two categories of intermediary figures can be distinguished. One has been called principal angels and exalted patriarchs.²³ These are angelic or human figures who play a very important role in God’s rule over the world. They are either very high-ranking angels, such as Michael in the Qumran literature or Yahoel in the Apocalypse of Abraham, or human figures such as Moses in the work of Ezekiel the Tragedian or the Son of Man in the Parables of Enoch (if it is correct to think that that work identifies the Son of Man with Enoch exalted to heaven). The second category of intermediary figures consists of personifications or hypostatizations of aspects of God himself, such as his Spirit, his Word and his Wisdom.
Kategori pertama seperti malaikat Michael, Yahoel memiliki peran yang tinggi dibanding malaikat-malaikat lainnya, namun menurut Bauckham orang Yahudi tidak memahaminya sebagai bagian dari identitas Allah. Berbeda dengan his Spirit, his Word dan his Wisdom yang bagian dari identitas Allah. Doktrin Trinity dalam kekristenan jelas merujuk pada kategori kedua dari “intermediary figures” tersebut. Argumentasi singkat pihak TYI yang mengangkat point tentang Golden Calf terlihat bukan perbandingan yang seimbang (apple to apple), karena Golden Calf jelas-jelas dipahami sebagai berhala yang tidak pernah diperhitungkan sebagai bagian dari “intermediary figures”.
So justru point bantahan “golden calf” ini yang terkesan dicari-cari 🙂

TYI

Orang orang Yahudi tidak pernah meyakini dan mengenal dengan apa yang disebut trinitas seperti yang dikatakan oleh salah seorang pakar Perjanjiaan Baru kristen  Dr. Ben Witherington III yang dikutip oleh jurnalis kristen penulis buku yang laris The case for christ Lee Strobel sebagai berikut:

Ben Wither III

Tesis Bauckham itu justru menunjukkan bahwa intermediary figures itu  sebenarnya menjelaskan mosaik kebid’ahan yang muncul dalam mainstream keYahudian , mosaik keyakinan yang menyangkut intermediary figures yang diyakini adalah Malaikat atau nabi -nabi yang di dewa-kan ke tingkat seperti Tuhan yang disebut Metatron,ini yang dikritik dalam Al Qur’an. Namun bukan SATU Tuhan itu sendiri yang lantas ber inkarnasi (seperti agama Yunani kuno atau Hindu)  jadi manusia. Apalagi ada unsur pribadi lain dalam hal ini Ruach HaKodesh yang menjadi pribadi Tuhan lain. Ini tidak pernah ada ceritanya dalam tradisi Yahudi. Apalagi lantas berkembang menjadi suatu keyakinan Trinitas . Ini sesuatu yang baru.

TYI

Mengutip pandangan Pakar perjanjian baru yang juga evangelical spt Bauckham, Professor Dale C. Allison Jr. dalam bukunya “The historical Christ and the Theological Jesus”

Christian tradition sometimes attests the notion that one can encounter the divine reality revealed in Jesus of Nazareth without knowing anything about him. The second-century Christian apologist Justin Martyr, rewriting ideas he learned from the Stoics, urged that Jesus was the Word or Logos, “of whom every tribe of men and women partakes; and that “those who [before Jesus came] lived their lives with the Logos were Christians, even if they were reckoned to be atheists, such as, among the Greeks, Socrates, Heraclitus, and those like them’ (1 Apology 46).

Tradisi trinitarianisme selalu mencari-cari pembenaran terhadap Tuhan yang “menjelma” menjadi manusia dalam pemikiran2 paganisme Helenisme dan menjadikan pemahaman itu sebagai model seperti pandangan helenisme “logos”.

JJ

Dale Allison telah menyajikan pemikiran dari salah seorang bapa gereja Justin Martyr tentang realitas keilahian Yesus. Pemikiran Justin Martyr memang agak unik dibanding bapa2 gereja lainnya pada masa itu, sehingga Dale Allison merujuk pada Justin Martyr sebagai salah satu tradisi kekristenan yang memahami keilahian Yesus dari pendekatan yang berbeda. Karena dialah yang pertama mencoba mempertemukan pengajaran kekristenan dengan filsafat Yunani.
Justin Martyr berasal dari keluarga Yunani dan banyak belajar dari para filsuf Yunani dari berbagai aliran seperti aliran Aristoteles, Stoa, Pythagoras dan akhirnya mengenal kekristenan percaya pada Kristus. Justin Martyr mencari pendekatan antara kekristenan dan filsafat Yunani, dengan prinsip bahwa kekristenan adalah pemenuhan segala yang terbaik dalam filsafat. Tetapi Justin juga kritis terhadap filsafat Yunani yang bertentangan dengan kekristenan. Saya kira tidak semua filsafat itu bertentangan dengan ajaran Kristen & Justin Martyr tahu membedakan hal ini.
Silahkan uraikan bagaimana pandangan helenisme tentang “logos”, apakah sama persis dengan konsep logos yang dipahami Justin Martyr?.
Dari kajian yang cermat justru pengajaran tentang keallahan Yesus (Logos) justru berakar dalam budaya Yahudi dibanding Yunani, seperti penyebutan Memra Elohim dalam Targum yang adalah Elohim itu sendiri. Penggunaan term Yunani tidak berarti maknanya harus sama dengan makna term tersebut dalam konteks budaya Yunani.

Ini juga upaya mencari-cari pembenaran. Konsep “Logos” berasal dari pemikiran Pagan Yunani kuno λόγος lōgos, yang arti Firman yang menjadi pribadi jelmaan INKARNASI Tuhan yang menjadi DAGING atau “personified word” . Dalam pemahaman Yahudi ini tidak pernah ada konsep  Ibrani  Firman  דָּבָר davar atau bahasa Aram מֵימְרָא meim’ra  lantas BERINKARNASI menjadi DAGING, karena Davar dan Memra itu sesuatu hal yang abstrak yang menyangkut kuasa Illahi.

TYI

Dr. David M. Litwa Pakar bahasa Yunani dan perjanjian baru lainnya dalam bukunya Iesus Deus: The Early Christian Depiction of Jesus as a Mediterranean God mengatakan : Christians constructed a divine Jesus with traits specific to deities in Greco-Roman culture.
Jadi paham trinitas ini adalah paham yang bukan asli dari akar Yahudi namun penagruh Paganisme.

JJ

Konsep David Litwa yang menghubungkan ajaran tentang keilahian Yesus dengan budaya paganisme Greco-Roman, sudah cenderung “out of date”.
“…These historians claim that Hellenistic Christians were responsible for the confession of Jesus’ divine sonship, and that they understood Jesus to be Son of God along the lines of the “divine man” (theios aneµr; see Divine Man/Theios Aner), a heroic miracle-worker. This understanding of the origin of the title in christology is today generally rejected..”. Green, Joel G.; McKnight, Scot; Marshall, I. Howard; editors, Dictionary of Jesus and the Gospels, (Downer’s Grove, IL: InterVarsity Press) 1998, c1992.
Pihak TYI mencoba mendaur ulang pemahaman libelar scholars untuk menyerang kekristenan. Namun berkat semakin banyaknya penemuan2 archaeology seperti penemuan Dead Sea Scrolls, justru semakin meneguhkan kebenaran Bible. Termasuk semakin menjustifikasi beberapa pengajaran inti kekristenan seperti konsep Son of God & Divine Messiah yang justru membuktikan berakar pada budaya Yahudi dibanding paganisme Greco-Roman.

Belum belum penulis kristen ini sudah menuduh “liberal” dan “outdated” tanpa pernah membaca atau mengkaji tukisan nya. TYI sudah membaca dan menelaah buku ini, bukan sekedar copy-paste dari Internet.

Buku Dr. David Litwa itu di release tahun 2014, relatif baru , sedangkan kutipan penulis kristen ini dari buku terbitan 20 tahun lalu, dan bukan dari pakar yang memiliki reputasi dikalangan akademisi.

ieus deus

Dr. David Litwa adalah seorang akademisi muda yang memiliki kredensial yang solid:

  • Doctor of Philosophy (Ph.D.) University of Virginia
  • Master of Theology (Th.M.) Duke University
  • Master of Divinity (M.Div.) Emory University
  • Bachelor of Arts (BA) Grove City College, Summa cum laude
    • Major: Philosophy

Buku ini juga mendapatkan endorsement pakar Perjanjian Baru dan sejarah kekristenan lain nya seperti:

Adela Yarbro Collins Buckingham Professor of New Testament Criticism and Interpretation at Yale Divinity School

Stanley Stowers: Professor of Religious Studies, works in the areas of early Christian history and literature, Hellenistic philosophy and early Christianity, Greek religion, and theory and method in the study of religion at Brown University

Professor David Aune Emeritus Walter Professor of New Testament and Christian Origins at the University of Notre Dame

TYI

JJ: Daniel Boyarin, seorang Jewish Scholar telah mengkaji konsep kekristenan tentang hakekat Allah. Walaupun dia tidak percaya Yesus, namun dari hasil kajiannya dia menyatakan konsep kekristenan itu bukanlah konsep “un-jewish”. “..Jews will have to stop vilifying Christian ideas about God as simply a collection of “un-Jewish,” perhaps pagan, and in any case bizarre fantasies. GOD IN A HUMAN BODY indeed! Recognizing these ideas as deeply rooted in the ancient complex of Jewish religious ideas may not lead us Jews to accept them but should certainly help us realize that Christian ideas are not alien to us;”. (kapitalisasi teks – by me).Daniel Boyarin, The Jewish Gospels: The Story of the Jewish Christ, New York: The New Press, 2012.

Thesis yang diajukan oleh Boyarin tentang adanya akar Yahudi dalam kitab gospel perjanjian baru sebenarnya di salah artikan oleh kristen seolah olah mereka yahudi era second temple percaya adanya Tuhan yang menjelma menjadi manusia /reinkarnasi. Hal ini jelas mengaburkan apa yang Boyarin maksudkan sebenarnya. Titik berat dari Boyarin dalam bukunya adalah sekitar analisa text Daniel 7, sekitar sosok “Son of man” dalam kaitan nya dengan kepercayaan tentang konsep Metatron atau Malakh Hashem yang terelevasi menjadi sosok lesser God atau divine being. Ini sangat berbeda dengan konsep trinitarianisme. Juga mengapa tidak ada sekte judaism yang menjadi pengikut paham binitarianisme membuktikan thesis yang diajukan para pakar itu disalah gunakan oleh kristen.

JJ

Memang benar pemahaman Boyarin tidak sama persis dengan konsep Trinitarian dari kekristenan. Namun prinsip dasar tentang Allah menjadi manusia bukanlah hal yang asing dalam budaya Yahudi, inilah point yang didapatkan dari tulisan Boyarin. “.GOD IN A HUMAN BODY indeed! Recognizing these ideas as deeply rooted in the ancient complex of Jewish religious ideas”. Pernyataan Boyarin ini begitu jelas dan eksplisit bukan “seolah-olah” seperti anggapan pihak TYI.
Fokus kajian Boyarin pada term “Son of Man” dalam Daniel 7 yang disebut Boyarin sebagai figur ilahi. Daniel 7 oleh Boyarin dianggap sebagai bukti tentang adanya pemahaman Binitarian dari bangsa Israel kuno sampai memasuki era the second temple. …There are thus two legacies left us by Daniel 7: it is the ultimate source of “Son of Man” terminology for a heavenly Redeemer figure, and it is also the best evidence we have for the continuation of a very ancient binitarian Israelite theology deep into the Second Temple period”.
Bahkan dari bukti extrabiblikal, Boyarin menunjukan figur seperti Yaho’el termasuk di masa berikutnya Metatron, dianggap sebagai YHWH. “…Some of the ancient guises of the younger god found in Jewish texts of the Second Temple period and later, especially “the Little Yahu,” Yahoʾel,” indicate his extrabiblical identity as YHVH.²⁷ It is the power of that myth that explains the continuing life of Jewish binitarianism into Christian Judaism and vitally present in non-Christian Judaism as well (Little Yahu as a name for the divine vice-regent; Meṭaṭron appearing as late as the Byzantine period in a Hebrew Jewish text).

Prinsip nya tetap pemahaman Binitarian bukan menjadi mainstream pemikiran asli melainkan  mosaik kebid’ahan KeYahudian. Figur bahasa Aram ” something like a man or simply son of man” kvar enash dalam mimpi kitab dan tidak Daniel 7 dipahami bermacam -macam dalam tradisi Malaikat Metatron yang menduduki singgasana langit , masalah nya lagi singgasana nya ini lebih dari satu (bentuk jamak) korsawan כָרְסָוָן֙  bukan tunggal. Senior Boyarin pakar sejarah seperti  Peter Schafer (Perelman Professor of Jewish Studies at Princeton University) menyebutkan figur “kvar enashsebagai malaikat Mikail/Michael  dalam mosaik pemahaman yahudi second templebersama dengan malaikat mailakat lain nya yang menduduki singgasana yakni malaikat Gabriel, Raphael dan Phanuel.

Juga Boyarin tidak pernah mendapatkan hububungan   Ruach HaKodesh dalam tradisi Binitarian ini, apalagi pemikiran  bahwa YHWH sendiri  ber inkarnasi  jadi manusia seperti dalam paham Trinitas.

Perbedaan mendasar antara keyakinan kristen dan Yahudi adalah  keyakinan trinitas dan di korban kan nya Yesus untuk penebusan dosa.

TYI

Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, orang-orang Yahudi dalam 3000 tahun perjalanan tradisi mereka sudah melalui banyak sekali fase dan penyimpangan yang dilakukan sebagian atau keseluruhan dari mereka. Bahkan mereka pernah menyembah tuhan-tuhan sesembahan palsu seperti lembu emas, tentu saja bukan berarti ini ajaran tauhid yang asli dari Tuhan nya Abraham atau Musa. Inilah yang disampikan oleh Boyarin. DIa menilai dalam tradisi panjang Yudaisme terjadi nuansa ide-idea agama rumit yang kemudian salah satu nya menjadi cikal bakal tradisi kristen. Namun sebagai orang yahudi othodox Boyarin tentunya melihat ide-ide selain dari Tauhid Murni itu sebagai penyimpangan dari ide tentang ketuhanan yang asli.

JJ

Masalah apakah Boyarin percaya atau tidak terhadap Kristus, bukanlah hal substansi di sini. Tetapi fokus kita melihat pada hasil kajian akademik dari Boyarin yang menunjukan bahwa konsep kekristenan tentang Allah menjadi manusia bukanlah hal asing dalam budaya Yahudi. Sekaligus membantah anggapan bahwa konsep ini berasal dari paganisme Greco-Roman.

Pihak TYI mencoba mendiktekan posisi Boyarin dengan mengeksploitasi sentimen keagamaan dengan kalimat “…Namun sebagai orang yahudi othodox Boyarin tentunya melihat ide-ide selain dari Tauhid Murni itu sebagai penyimpangan dari ide tentang ketuhanan yang asli…”. Tetapi Boyarin sedang mengkaji masalah ini secara akademik & dia meneguhkan prinsip dasar itu “..GOD IN A HUMAN BODY ..”. Nah.. masalah hanya terletak pada: apakah “God in a human body” telah terjadi dalam kekristenan atau tidak dan Boyarin tidak percaya hal ini terjadi dalam kekristenan.

Posisi Boyarin tidak sesederhana bahwa konsep Ketuhanan Kekristenan lahir dari pemikiran sebagian orang yahudi jaman itu, hampir semua pakar sepakat tentang hal ini. Pertanyaan nya adalah apakah konsep ini otentik ajaran Yudaisme ataukah ini penyimpangan  / fraksi yang menyimpang dari pemikiran utama.

Boyarin tidak memberikan hubungan antara Trinitas  dengan Binitarian God atau two powers in heaven . Thesis Boyarin ini hanya memberikan hubungan bahwa  ada mosaik pandangan orang2 Yahudi 2nd temple  dalam menyikapi messiah dalam kaitannya dg interpretasi kitab Daniel 7 dan Yesayahu 53 yang bisa ditarik hubungan dengan  pemahaman divine messiah dan penebusan dosa ajaran kristen. Tapi dia tidak memberikan hubungan bagaimana posisi  Ruach HaKodesh  sebagai Tuhan dan dan konsep Trinitas, dan penebusan darah manusia yang sama sekali asing dalam pemikiran Yudaisme namun menjadi tema sentral dalam kekristenan.

Mayoritas para pakar Yudaisme berpendapat bahwa mosaik pemikiran yahudi jaman 2nd temple dan sebelum nya malah banyak mengidentifikasikan sosok yg diistilahkan “son of man” (aramaic kvar e-nash) dalam kitab Daniel itu sebagai  Malakh Mikael, bukan sebagai Tuhan nya orang Israel pencipta alam semesta. Lebih lagi semua figur figur “tuhan” tersebut adalah subordinasi dari “Tuhan” utama, sedangkan dalam akidah trinitas semua oknum/pribadi tuhan trinias itu setara.

TYI

Boyarin mengatakan (The jewish gospels) : Just as seeing an ancient Roman wall built into a modern Roman building enables us to experience ancient Rome alive and functioning in the present, this fragment of ancient lore enables Jews of the centuries just before Jesus and onward to vivify in the present of their lives this bit of ancient myth.
Tentu sah-sah saja jika dia menilai ide-ide tersebut lahir dari mosaik pemikiran orang-orang Yahudi juga. Saya sendiri menilai pendekatan Boyarin terlalu pukul rata. Hal yang mengagetkan adalah dalam buku itu (The jewish gospels) Boyarin membuka suatu peluang kemungkinan pengaruh Tuhan pagan Kanaan seperti Baal dalam ide-ide tentang Tuhan dalam Tanakh dan juga ada nya konflik teologis dalam penyusunan kitab suci tersebut. Kita yakin kaum kristen tidak akan mengakui ide yang diajukan Boyarin ini.

JJ

Mari kita lihat secara utuh kutipan pihak TYI dari tulisan Boyarin: “..The Messiah-Christ existed as a Jewish idea long before the baby Jesus was born in Nazareth. That is, the idea of a second God as viceroy to God the Father is one of the oldest of theological ideas in Israel. Daniel 7 brings into the present a fragment of what is perhaps the most ancient of religious visions of Israel that we can find. Just as seeing an ancient Roman wall built into a modern Roman building enables us to experience ancient Rome alive and functioning in the present, this fragment of ancient lore enabled Jews of the centuries just before Jesus and on- ward to vivify in the present of their lives this bit of ancient myth..”
Begitu jelas Boyarin menyatakan bahwa konsep The Messiah-Christ merupakan pemikiran Yahudi yang telah ada jauh sebelum Yesus lahir. Pemikiran Boyarin adalah hasil dari kajiannya yang mendalam terhadap berbagai dokumen biblikal & extrabiblikal. Jika pihak TYI berpendapat Boyarin terlalu pukul rata, maka silahkan berikan kajian tandingan terhadap pendapat Boyarin.
Penyebutan Baal dalam tulisan Boyarin bukanlah pendapat Boyarin tetapi kutipan langsung dari penulis lain (Emerton). Khususnya pada bagian footnote tentang Yaho’el yang berisi berbagai pendapat tentang hal ini termasuk pendapat Emerton. Boyarin justru tidak tertarik point tentang Baal ini, kelihatnya pihak TYI kembali berasumsi dengan memasukan pendapatnya dengan mengatasnamakan Boyarin.

Jelas apologet kristen ini tidak membaca buku Boyarin ini dengan seksama,

Screen Shot 2016-08-24 at 12.44.38Screen Shot 2016-08-24 at 12.45.07Screen Shot 2016-08-24 at 12.43.26Screen Shot 2016-08-24 at 12.42.29

Penyebutan Baal dalam tulisan Boyarin adalah pendapat Boyarin bukan kutipan dari penulis lain.  Jelas disini Boyarin membuka suatu peluang adanya pengaruh Tuhan pagan Kanaan seperti Baal dalam ide-ide tentang Tuhan dalam Tanakh dan juga ada nya pengaruh teologis dari Tuhan paganisme dalam pembentukan konsep Tuhan pada orang-orang yahudi kuno.

JJ

Dari seluruh kajian ini, tesis pihak TYI tentang kata Echad dalam Shema untuk menyerang kekristenan dibangun atas dasar yang rapuh. Kajian yang cermat terhadap Shema, justru tidak mendukung posisi mereka. Karena memang pengertian Echad dalam Shema tidak mendukung siapa-siapa, baik Echad dengan makna absolute unity maupun compound/composite unity.

Jika kita mengeksplorasi lebih dalam terhadap tanakh serta berbagai dokumen extrabiblikal, termasuk membandingkan pendapat beberapa bible scholar. Pengajaran tentang Trinity & keilahian Yesus justru berakar dalam budaya Yahudi dibanding budaya paganisme Greco-Roman. Bantahan dari pihak TYI terhadap point-point ini justru lemah, malah cenderung tidak sesuai dengan maksud penulis buku referensi tersebut.

Masih ada beberapa point lagi yang bisa diajukan untuk memperkuat konsep bahwa ajaran kekristenan berakar pada budaya Yahudi seperti konsep tentang Shekinah, Memra Elohim dll. Sebaiknya setiap point perlu dibahas tersendiri agar pembahasannya menjadi fokus.

Klaim Pengajaran tentang Trinity & keilahian Yesus justru berakar dalam budaya Yahudi tidak didukung dengan adanya bukti hubungan antara trinitas dan  ketuhanan Yesus dalam tradisi yahudi.  Upaya mendapatkan dukungan dari tulisan pakar seperti Boyarin juga lemah dan mispreresentasi dari argumentasi Boyari.  Boyarin berpendapat bahwa Konsep Ketuhanan Kekristenan lahir dari pemikiran sebagian orang yahudi jaman itu, hampir semua pakar sepakat tentang hal ini. Pertanyaan nya adalah apakah konsep ini otentik ajaran Yudaisme ataukah ini penyimpangan  / fraksi yang menyimpang dari pemikiran utama. Juga Boyarin tidak memberikan hubungan antara Trinitas  dengan Binitarian God atau two powers in heaven  juga tidak memberikan hubungan bagaimana posisi  Ruach HaKodesh  sebagai Tuhan dan dan konsep Trinitas, dan penebusan darah manusia yang sama sekali asing dalam pemikiran Yudaisme namun menjadi tema sentral dalam kekristenan.   Sbebgaian tradisi yahudi memang ada yang menafsirkan posisi Malakh Mikael atau Rafael dalam konsep binary god seperti dalam thesis Boyarin , namun bukan berarti bahwa figur tersebut adalahai Tuhan nya orang Israel pencipta alam semesta, semua figur figur tersbut lebih semata sebagai “tuhan” subordinasi dari “Tuhan” utama, bukan setara. Jadi konsep tuhan ini lebih kepada sosok yang mendapatkan mukzizat atau kekuatan yang berasal bukan dari dirinya seperti sosok nevi-im , kedushim atau malakh, sangat berbeda dengan akidah trinitas  yang mengakui semua oknum/pribadi tuhan trinias itu adalah setara, co-equal co-eternal.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s