שלום עליכם
السلام عليكم
Kita harus jujur mengakui bahwa para ahli Biblikal telah mengakui adanya pengaruh kosakata asing (loanwords) non-Hebrew bahkan non-Semitic sebagaimana yang termaktub dalam Alkitab Perjanjian Lama (TaNaKH). Adanya pengaruh kosakata asing (loanwords) non-Semitic dalam teks Perjanjian Lama (TaNaKH) merupakan suatu keniscayaan dalam proses penjadian teks, apalagi penjadian teks TaNaKH yang kemudian secara de jure ‘disucikan.’ Teks tidak pernah lahir dalam ruang hampa, dan teks itu sendiri muncul dalam arus kontak bahasa dan arus kontak budaya serta konteks sosial pada era penjadian teksnya, yang tentu saja hal ini terkait pula dengan relasi teks dengan bahasa dan interaksi budaya yang mengitarinya.
Dalam riset linguistic, Prof. James Barr, Ph.D., penulis buku “Comparative Philology and the Text of the Old Testament” (Oxford: The Clarendon Press, 1968) menyebutkan adanya hegemoni loanwords and words of non-Semitic origin dalam teks Perjanjian Lama (Biblical Hebrew Texts). Prof. Mats Eskhult, Ph.D., penulis “The Importance of Loanwords for Dating Biblical Hebrew Texts” (London-New York: T & T Clark International, 2003) dari Department of Asian and African Languages, Uppsala University (Swedan) juga memaparparkan bahwa bahasa-bahasa dominan yang berpengaruh dan terekam dalam teks TaNaKH (Perjanjian Lama) meliputi 4 bahasa utama, yakni bahasa Akkadia, bahasa Aramaic, bahasa Koptik (Ancient Egytian) dan bahasa Persia. Ini membuktikan bahwa teks Perjanjian Lama tidak pernah ‘menjadi’ sebagai teks suci secara steril dan terasing dari bahasa-bahasa lain yang mengitarinya.
Berdasarkan pembuktian filologis, saya mencoba utk menyuguhkan karya saya berjudul “Aryo-Semitic Philology: The Semitization of Vedas and Sanskrit Elements in Hebrew and Abrahamic Texts” (Surabaya: Airlangga University Press, 2018) sebagai alternatif bacaan kepada para pembaca tentang adanya pengaruh kosakata asing non-Hebrew di antaranya hegemoni bahasa Sanskrit dan Persian dalam korpus rumpun linguistik Arya, sebagaimana yang termaktub dalam teks Perjanjian Lama.
Hegemoni bahasa Sanskrit dan Persian merupakan bahasa-bahasa utama dalam tradisi Arya; dan kedua bahasa tersebut ternyata jejaknya amat dominan dalam bahasa Ibrani Masoret (Biblical Hebrew). Bahasa Sanskrit dan bahasa Persia justru dominan menaklukkan (‘conquer’) bahasa Ibrani Biblikal, yang jejaknya termaktub dalam teks Perjanjian Lama.
Mungkin seseorang akan bertanya dan merasa heran tentang adanya istilah Hoddu (הדו) yang tertulis dalam bahasa Ibrani Biblikal, sebagaimana yang termaktub dalam kitab Esther. Ternyata istilah הדו (Hoddu) tidak dapat dicari akar katanya dalam bhs Ibrani. Fakta juga membuktikan bahwa kitab Esther memang ditulis di kawasan Persia bertradisi Arya. Dalam Aramaic Targum kitab Esther juga disebutkan istilah Hindeya (הנדיא).
Mikraot Gedolot, Chamesh Megillot, Sefer Esther 8:9 tertulis demikian.
ולות אסטרטילוסין והפרכין ורברבנין דמתמנן ארכונין על פלכיא דמן הנדיא רבא ועד כוש …
“… u-l’wat istharthilosyn we hefarchiyn we ravrebaniyn d’mitmanan archuniyn ‘al pilchaya d’min Hindeya rabba we ‘ad Kush …”
“… dan kepada para wakil pemerintah, para bupati, dan para pembesar daerah, dari India sampai Etiopia ….”
Apakah istilah “Hoddu” (הדו), yakni “India” dalam bahasa Ibrani sebagaimana yang tertulis dalam teks Ibrani Masoret, dan istilah “Hindeya” (הנדיא) dalam Targum bahasa Aramaic ini merupakan pengaruh dari bahasa Persian, yakni “Hindu”? Bukankah istilah Hoddu (הדו) sendiri dari kata “Sindhu” dari bahasa Sanskrit melalui pengaruh bhs Persian? Bukankah dalam bahasa Urdu, cabang bahasa Sanskrit, ternyata wilayah tsb disebut dengan nama “Hindustan”?
Ada kutipan teks Urdu dalam buku saya berjudul “Aryo-Semitic Philology: the Semitization of Vedas and Sanskrit Elements in Hebrew and Abrahamic Texts (Surabaya: Airlangga University Press, 2018).
Istilah הדו (Hoddu) dalam kitab TaNaKH (Torah Neviem ve Khetuvim) berbahasa Ibrani, sebagaimana yang termaktub dalam kitab Esther (Sefer Esther) yang ditulis di wilayah tradisi Arya, ternyata term הדו (Hoddu) asalnya merupakan istilah kosakata Sanskrit yang ter-Ibrani-kan atau Hebraized-Sanskrit term. Dengan kata lain, istilah הדו (Hoddu) merupakan kosakata Judeo-Sanskrit sebagai bentuk Ibranisasi dari kosakata khas keagamaan Hindu dari tradisi Arya yang kemudian diadopsi dalam bahasa Ibrani Masoret (Biblical Hebrew).
Dengan adanya migrasi kosakata Sanskrit dan Persian yang ‘merembes’ ke dalam bahasa Ibrani, maka fakta tektual ini justru membuktikan adanya kesinambungan akar sejarah keagamaan dari tradisi Brahmanic (Arya) ke tradisi Abrahamic (Semit). Ini merupakan fakta bahwa bahasa Sanskrit dan Persian bertradisi Arya justru telah migrasi ke wilayah Semit.
Prof. Russel Jones dalam karyanya “Loanwords in Indonesian and Malay” (Leiden: KITLV Press, 2007) juga telah mendaftar adanya kosakata Sanskrit dan Persian yang ‘merembes’ ke dalam bahasa Indonesia dan Melayu. Di antaranya kosakata “guru”, “gapura” dan “gusti” yang diadopsi dari bahasa Sanskrit, dan juga kosakata “gandum”, nisan, kurma, nahkoda, dan “firman” yang diadopsi dari bahasa Persian. Dr. Muhammad Zafar Iqbal, dosen Sastra Persia, Program Studi Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya – Universitas Indonesia (UI) juga menyatakan adanya 300 kosakata Persian yang diserap dalam bahasa Melayu, sebagaimana yang disebutkan dalam karya disertasinya “T’tsir-e Zaban va Adabiyat-e Farsi va Farhng-e Irani dar Zaban va Adabiyat-e Anunezi (Teheran: University of Teheran, 2006). Ini merupakan fakta bahasa Sanskrit dan Persian bertradisi Arya telah migrasi ke wilayah Nusantara.
Bila Anda tertarik mengikuti kajian tentang “Melacak Pengaruh Persia di Tanah Melayu” silakan ikuti kajian disertasi Dr. Bastian Zulyeno, dosen Sastra Persia, Program Studi Arab, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia (UI), yang digelar di Perpus Nasional Jakarta, dan silakan ikuti ulasannya di situs https://kerisnews.com/…/melacak-pengaruh-persia-di-tanah-m…/
Bila teks keagamaan Hindu bertradisi Arya ini migrasi ke wilayah Nusantara, maka muncullah kosakata “Geni” (api) dalam bahasa Jawa, yang berasal dari kata “Agni” (api) dalam bahasa Sanskrit. Begitu pula munculnya kosakata “Santri” (orang yang belajar kitab-kitab Islam di pesantren) dalam bahasa Jawa merupakan bentuk Islamisasi dari terminologi keagamaan Hindu (Islamized Brahmanic term) yang asalnya diadopsi dari kosakata bahasa Tamil, yakni “Santri” (orang yang belajar kitab Veda dan Vedanta); dan istilah ini ternyata juga berasal dari kata “Sastri” (orang yang belajar kitab Veda dan Vedanta) dalam bahasa Sanskrit, sedangkan kitab Veda dan Vedanta itu sendiri disebut “Sastra” dalam bahasa Sanskrit.
Jadi sebenarnya banyak kosakata Sanskrit yang diadopsi dalam bahasa Jawa. Bahkan, istilah “Jawa” itu sendiri dalam bahasa Jawa merupakan istilah serapan dari bahasa Vedic Sanskrit, yakni dari kosakata “Yava-dvipam” yang kemudian telah mengalami proses Jawanisasi menjadi “Jawa-dwipa” yang artinya “pulau Jawa.” Hal ini tentu maknanya merujuk pada konteks wilayah Jawa. Identitas wilayah Jawa memang telah tercatat dalam kitab Veda Ramayana, sehingga tidak mengherankan bila teks Veda akhirnya juga migrasi ke wilayah Nusantara, khususnya wilayah Jawa. Dalam Veda Ramayana, bagian Kiskinda-khanda 40:30 disebutkan:
yatnavanto Yava-dvipam
sapta rajyopa-sobhitam(selanjutnya kalian akan memasuki wilayah pulau Jawa yang termasyhur, dan terdiri atas 7 kerajaan).
Sebaliknya, bila teks keagamaan Hindu bertradisi Arya ini migrasi ke wilayah Semit, maka muncullah kosakata “Hoddu” dalam bahasa Ibrani, yang berasal dari kata “Hindhu” dalam bahasa Persian. Dan, istilah “Hindhu” dalam bahasa Persian itu ternyata juga sepadan dng sebutan “Hindustan” dalam bahasa Urdu, cabang dari bahasa Sanskrit. Begitu pula munculnya istilah Ibrani תוכיים (tukiyyim, “parrots”) dalam Perjanjian Lama (the Old Testament) yang termaktub dalam kitab Raja2 (the book of Kings) dan kitab Tawarikh (the book of Chronicles) ternyata asalnya merupakan adopsi dari kosakata Tamil “tukiyyim” (parrots), dan istilah ini ternyata berasal dari kosakata bahasa Sanskrit yakni “sukim” (parrots). Menariknya, dalam kitab Talmud, Bava Batra 15.a.2 disebutkan: וירמיה כתב ספרו וספר מלכים וקינות (ve Yermiyahu katav sefero ve sefer Melachim ve Qinot – Jeremias scripsit librum suum et librum Regum et Threnos), yang artinya: “dan Nabi Yeremiyah sendiri yang telah menulis kitab Yeremiyah, begitu juga kitab Raja-raja dan kitab Ratapan.” Dan fakta historis membuktikan bahwa Nabi Yeremiyah menulis kitab-kitab tersebut di wilayah yang terhegemoni tradisi Arya. Dengan demikian, tidaklah mengherankan bila istilah תוכיים (tukiyyim) merupakan bentuk Ibranisasi dari kosakata Sanskrit (“sukim“) yang bisa disebut sebagai Hebraized-Sanskrit term. Amazing.
Dengan demikian, peradaban Arya ternyata bukan hanya menyebar ke wilayah Nusantara, tetapi juga menyebar ke wilayah peradaban Semit (Timur Tengah).