Kitab Smriti Weda dan Quran
Semua teks dari berbagai latar agama yang bermacam-macam, sebenarnya merekam “the great heritage” yang sumbernya berasal dari Rabb yang Maha Agung yang mengisahkan tentang keturunan orang yang saleh, yang naik ke bahtera Nuh. Itulah sebabnya kita dapat berkata: אנחנו בני אב אחד – Anahnu b’nei Av echad (Kita berasal dari Bapa yang satu), yakni Nuh atau Manu, dan dialah sebenarnya nenek moyang kita semua, yang saat itu selamat dari peristiwa banjir besar yang melanda seluruh permukaan bumi, dan semua yang tidak beriman dan melakukan tindakan yang tidak saleh, tak seorang pun diselamatkan, semuanya tenggelam.
Dalam kitab agama Hindu, yakni kitab Manu Smriti-veda yang populer disebut kitab Manawa Dharmasastra, Pratamodyayah. 65 tertulis ayat demikian “Ratrih svapnaya bhutanam cestayai karma yanamahah” (malam untuk beristirahat dan siang untuk bekerja bagi makhluk hidup). Ayat suci Hindu ini ternyata ada kesejajaran dengan Qs. Al-Rum 30:23. Ini adalah kesejajaran antara ayat suci kedua agama besar, yakni Hindu dan Islam.
“Manu Smriti-veda, name of the most important text on the social and religious obligations (dharma) of Hindus. The work was composed in Sanskrit, probably about the first century B.C.E. or first century C.E. and has some 2,685 verses… Almost half the verses of this text attributed to the sage Manu are found also in the Mahabharata’s twelfth and thirteenth books, though it is unclear which text has borrowed from the other”
Bruce M. Sullivan. The A to Z of Hinduism (New Delhi: Vision Books Pvt. Ltd., 2003), p. 128
Berdasarkan penjelasan Bruce M. Sullivan tersebut di atas, maka kitab Manu Smriti-veda merupakan kitab suci Hindu yang berkaitan dengan kitab hukum yang mengatur persoalan sosial dan kewajiban keagamaan. Menariknya, kitab Manu Smriti-veda ini ternyata ada relasi teks dengan kitab suci Mahabharata. Padahal berdasarkan latar sejarah, peristiwa dan penulisan kitab Mahabharata ternyata jauh lebih tua dibanding latar sejarah kelahiran ketokohan Abraham. Dan ini berarti agama-agama Abrahamik yang merujuk pada 3 agama besar, yakni Yahudi, Kristen dan Islam faktanya memang belum lahir dalam pentas sejarah. Fakta ini akan lebih menarik lagi bila dikaji berdasarkan pembuktian studi manuskrip tertua antara manuskrip berbahasa Ibrani yang secara filologis dapat dibandingkan dengan manuskrip berbahasa Sanskrit. Salah satu fakta tekstual terkait dengan kisah mengenai Abraham dan kisah Nuh yang berkaitan dengan peristiwa banjir besar, ternyata justru termaktub dalam Sefer Bereshit, kitab ini ditemukan di gua Qumran yang disebut sebagai bagian dari the Dead Sea Scrolls. Usia manuskrip Sefer Bereshit atau pun Genesis Apocryphon berdasar calibrated age range melalui uji Carbon-14 sekitar 209 – 117 BCE atau 73 B.C.E – 14 C.E. dan ini ternyata tidak lebih dari the first century BCE. or the first century C.E. [2]
Kitab Manu Smriti-veda sebagai kitab hukum memang diwahyukan TUHAN dan diterima oleh Manu pasca peristiwa banjir besar yang menenggelamkan seluruh bumi. Manu saat itu mempunyai 3 orang putra; dalam teks Vedic Sanskrit namanya disebut Charma, Sharma, dan Yapeti; dan dalam teks Septuagint Yunani dan teks Vulgata Latina – nama mereka disebut dengan nama Cham, Sem, Iapheth (Genesis 7:13). Sementara itu, dalam kitab تنوير المقباس من تفسير ابن عباس (Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibni ‘Abbas) nama-nama bertradisi Arya tersebut juga ada kesejajarannya dalam versi tradisi Arab-Islam, yakni حام (Cham), سام (Sam) dan يافث (Yafats). Tatkala membahas teks Quran khususnya ayat dari QS. Hud 11:48 maka Ibnu ‘Abbas berkata:
وكان معه ثلاتة بنين سام وحام ويافث
“Wa kana ma’ahu tsalastah banin Sam, wa Cham wa Yafats” (dan Nuh disertai 3 putranya yakni Sam, Cham dan Yafats)
Al-Fayruzabadi (ed.), Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn ‘Abbas (Lubnan: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2011), hlm. 237
Manu diperintahkan TUHAN untuk menaiki bahtera besar sehingga hanya Manu dan orang-orang suci saja yang selamat dari banjir besar tersebut. Peristiwa banjir besar ini merupakan “pralaya” atau “total destruction.” Catatan mengenai peristiwa banjir besar yang melanda seluruh permukaan bumi tersebut diabadikan dalam teks suci Hindu. Hal ini sebagaimana yang tercatat dalam kitab suci Srimad Bhagavatam Purana. I.3.15.
rupam sa jagrhe matsyam
caksusodadhi-samplave
navy aropya mahi-mayyam
apad vaivastavam manum.
“When there was a complete inundation after the period of the Caksusa Manu and the whole world was deep within water, THE LORD accepted the form of a fish and protected Vaivasvata Manu – the father of man, keeping him up on an Ark”
AC. Bhaktivedanta Swami Prabhupada. Srimad Bhagavatam of Krishna Dvaipayana Vyasa. First Canto. (Mumbai, India: the Bhaktivedanta Book Trust, 1995), pp. 146-147
“Ketika terjadi banjir bandang pasca periode Caksusa Manu dan seluruh dunia tenggelam. Tuhan berinkarnasi sebagai ikan dan melindungi Vaivasvata Manu, dengan menempatkan beliau ke atas kapal.” Lihat AC. Bhaktivedanta Swami Prabhupada. Srimad Bhagavatam (Bhagavata Purana). Skanda Satu – Jilid 1 “Ciptaan” (Jakarta: Hanuman Sakti, 2015), hlm. 205-206
Dalam kitab Srimad Bhagavatam Purana VIII.24.41 tertulis demikian:
tata samudra udvelah
sarvatah plavayan mahim
vardhamano maha-meghair
varsadbhih samadrsyata
“Thereafter, gigantic clouds pouring incessant water swelled the ocean more and more. Thus the ocean began to overflow onto the land and inundate the entire world.”
AC. Bhaktivedanta Swami Prabhupada. Srimad Bhagavatam. Eighth Canto-Part Three (New York: the Bhaktivedanta Book Trust, 1976), pp. 253-254.
“Kemudian, awan-awan mahabesar mencurahkan hujan mahadahsyat yang membuat permukaan lautan terus semakin meninggi. Demikianlah kemudian lautan mulai meluap membanjiri daratan di seluruh dunia.”
AC. Bhaktivedanta Swami Prabhupada. Srimad Bhagavatam (Bhagavata Purana) Skanda VIII Jilid 3 “Peleburan Ciptaan Alam Semesta” (Jakarta: Hanuman Sakti, 2015), hlm. 288.
Itulah sebabnya, kitab hukum yang diterima Manu ini disebut juga kitab Manu Smriti-veda atau disebut kitab Manawa Dharmasastra. Menariknya, nama Manu seakar dengan penyebutan “Man” atau “human” dalam bahasa English, yang satu rumpun dengan bahasa Sanskrit, dan dari istilah Manu inilah kita semua disebut “manusia”, sebab kita semua adalah keturunan Manu yang selamat dari peristiwa banjir besar tersebut. Menariknya, istilah Manu dalam bahasa Sanskrit bermakna “berpikir” atau “kecerdasan”, dan itulah sebabnya “manusia” disebut sebagai “animale rationale.” Sementara itu, dalam tradisi agama-agama Abrahamic bertradisi Semitik, tokoh Manu ini ternyata sejajar dan identik dengan figur Nuh (نوح) ataupun Noach (נוח), yang juga diperintahkan oleh TUHAN untuk membuat bahtera besar. Pasca peristiwa banjir besar itulah maka akhirnya TUHAN memberikan hukum Nuh (Noach) yang kemudian disebut Noachic Laws, sebagaimana yang tercatat dalam kitab Mishnah, sebagai תורה שבעל-פה (Torah she be’al phe) bagi penganut agama Yahudi.