KESEMPURNAAN QURAN ATAS KITAB SUCI AGAMA SAMAWI

Quran Mengoreksi Bible

Kajian linguistik terhadap teks Quran memang tidak banyak dilakukan banyak orang. Padahal studi keilmuan dalam ranah kebahasaan sangatlah penting dalam memahami teks apapun, termasuk teks Quran sebagai teks yang disakralkan. Apalagi teks Quran merupakan “interne evidenti” yang sebenarnya bisa dikembangkan pengkajiannya berdasarkan studi linguistik Arab kuno. Hal ini memang tidak mudah karena saat ini kita ternyata dihadapkan pada 2 kendala utama, (1) sakralitas teks Quran sebagai kitab suci yang “taken for granted”, diterima apa adanya, (2) keterbatasan referensi kajian kebahasaan terkait bahasa Semit.

Ada 4 karya penting yang saya baca utk memulai kajian sub-tema ini, terutama bila ditilik berdasarkan studi linguistik Arab kuno:

  1. Kitab yang berjudul مجمع البحرين من الفينيقية الى العربية: دراسة مقارنة في المعجم واللغات العروبية السامية (Mu’jam al-Bahrain min al-Finiqiyyah ila al-‘Arabiyyah: Dirasah Muqaranah fi al-Mu’jam wa al-Lughat al-‘Urubiyyah al-Samiyyah) karya Prof. Ahmad Shahlan, jebolan Universite Sourbone, Perancis; buku ini diterbitkan di Marocco, Rabat, 2009.
  2. Buku yang berjudul “Die El-Amarna-Tafeln mit Einleitung und Erlauterungen” karya JA. Knudtzon (Leipzig, Aalen: Otto Zeller Verlagsbuchhandlungen, 1964).
  3. Sebuah artikel karya A. Neubauer berjudul “Notice sur la lexicographie hebraique”, journal Asiatique, decembre 1861.
  4. Buku berjudul ספר המשקלים מחקרים במשקל העברי ומאמרים בשאלות הלשון (Sefer Hamiskhkalim: Studies in Hebrew Philology) karya Rabbi Solomon Rabinowitz (New York, 1947).

Dalam rangka kajian sub-tema tersebut yang dikaitkan dengan studi linguistik Arab kuno, maka penelusuran kebahasaan melalui studi bahasa-bahasa Semit memang sangat penting dan menarik. Tentu saja hal ini dapat dikaji dengan cara merujuk pada kajian teks-teks kuno yang termaktub dalam berbagai inskripsi berbahasa Akkadia atau pun berbahasa Funesia, serta berbagai kajian manuskrip berbahasa Ibrani hingga berbahasa Arab kuno. Kita juga bisa melakukan eksplorasi kajian bertema utama itu dengan cara merujuk pada studi leksikografi, filologi dan perbandingan leksikon bahasa-bahasa serumpun.

Berkaitan dengan sub-tema tersebut, saya akan memulai pembahasan berdasarkan pada analisis kata Arab kuno بشر (basysyar) yang salah satunya bermakna بشره بمولد (basysyarahu bi mawlidin), yakni “joyful with the message of the birth of a son” (berita gembira tentang kelahiran seorang putera), yang term tersebut ternyata sejajar dengan kata בשר (bissar) dalam bahasa Ibrani. Term بشر dalam bahasa Arab kuno atau pun term בשר dalam bahasa Ibrani keduanya merupakan interne evidenti sebagai “jejak kebahasaan klasik” dalam teks keagamaan yang diturunkan dari induk bahasa Semit. Bila term בשר telah termaktub dalam manuskrip the Dead Sea Scrolls (naskah Laut Mati), berarti minimal term בשר ini telah bertahan dan digunakan dalam tuturan dan teks tertulis selama 900 tahun hingga munculnya istilah بشر dalam teks Quran pada Abad ke-6 M. Fakta historio-linguistik term tersebut sebagaimana yang termaktub dalam manuskrip Qumran sejak Abad ke-3 SM. Each word has its own history (setiap kata memiliki sejarahnya sendiri). Itu berarti setiap kata dalam konteks ini bisa dikaji secara filologis dan studi linguistik historis.

Term بشر (basysyar) ini sangat khas secara linguistik. Bila term بشر (baysyar), lit. “berita gembira”, bertemu dengan term غلام (ghulam), lit. “anak”, maka dapat dipastikan bahwa makna sintaksis dari term بشر (basysyar) tersebut bermakna “berita gembira ttng kelahiran”, dan bukan sekedar “berita gembira” saja. Pada Qs. ash-Shaffat 37:101 membuktikan tentang adanya makna “berita kelahiran” tersebut. Hal serupa dapat dijumpai pada teks Tanach, khususnya kitab Yeremia 20:15, terkait kata בשר (bissar) yang mengacu pada makna “berita gembira tentang kelahiran”, bandingkan pula dengan kata “basysyuru” dalam bahasa Assyiria.

Berdasar pada QS. ash-Shaffat 37:101, pada ayat ini memang tidak dicantumkan nama anak yang dijadikan qurban oleh Abraham, tetapi bukan berarti hal ini tidak bisa diketahui siapa identitas nama sebenarnya dari anak yang dimaksud tersebut.

Dalam teks Quran, term بشر (basysyara) yang bertemu dengan الاسم (nama tertentu) juga dapat dipastikan secara sintaksis bahwa konteksnya selalu bermakna “berita gembira tentang kelahiran” seseorang yang dimaksud, misalnya frase يبشرك بيحيى (yubasysyiruka bi Yahya), lit. “Dia memberikan berita gembira tentang kelahiran Yahya kepadamu” (Ali Imran 3:39). Begitu juga frase يبشرك بكلمة منه اسمه المسيح عيسى (yubasysyiruki bi kalimatin minhu ismuhu Al-Masih Isa), lit. “Dia memberikan berita gembira tentang kelahiran dengan firman-Nya bernama Al-Masih Isa” (Ali Imran 3:45). Begitu juga frase فبشرنها باسحاق (fabasysyarnaha bi Ishaq), lit. “maka Kami beritakan kabar berita tentang kelahiran Ishaq” (Hud 11:71). Lihatlah perikop dalam Quran Terjemahan Indonesia, yang berjudul “Kisah Nabi Ibrahim As dan Nabi Luth As (QS. Hud 11:69-71).

وَلَقَدْ جَآءَتْ رُسُلُنَاۤ اِبْرٰهِيْمَ بِالْبُشْرٰى قَالُوْا سَلٰمًا ؕ قَالَ سَلٰمٌ فَمَا لَبِثَ اَنْ جَآءَ بِعِجْلٍ حَنِيْذٍ
فَلَمَّا رَاٰۤ اَيْدِيَهُمْ لَا تَصِلُ اِلَيْهِ نَـكِرَهُمْ وَاَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيْفَةً ؕ قَالُوْا لَا تَخَفْ اِنَّاۤ اُرْسِلْنَاۤ اِلٰى قَوْمِ لُوْطٍ ؕ
وَامْرَاَ تُهٗ قَآئِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنٰهَا بِاِسْحٰقَ ۙ وَمِنْ وَّرَآءِ اِسْحٰقَ يَعْقُوْبَ

“Dan para utusan Kami (para malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan, “Selamat.” Dia (Ibrahim) menjawab, “Selamat (atas kamu).” Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka ketika dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, dia (Ibrahim) mencurigai mereka, dan merasa takut kepada mereka. Mereka (malaikat) berkata, “Jangan takut, sesungguhnya kami diutus kepada kaum Lut.” Dan istrinya berdiri lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya kabar gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan setelah Ishaq (akan Kami berikan kabar gembira tentang kelahiran) Ya’qub.”

[QS. Hud: Ayat 69-71]

Dengan demikian, frase فبشرنها باسحاق (fa basysyarnaha bi Ishaqa) pada QS. Hud 11:71 maknanya sejajar dengan QS ash-Shaffat 37:112 yang juga terdapat frase yang berbunyi وبشرنه باسحاق (wa basysyarnahu bi Ishaqa). Jadi pada pembahasan sub-tema ini, yakni setelah peristiwa qurban itu dilakukan, maka selanjutnya Abraham mendapat berita bahagia tentang kelahiran Ishaq. Hal ini juga dapat dipastikan bahwa QS. ash-Shaffat 37:112 bermakna “berita gembira tentang kelahiran” Ishaq, dan bukan “berita gembira” tentang kenabian Ishaq. Hal ini secara sintaksis dapat dikenali berdasarkan konteks, dan hal ini ditandai adanya bertemunya dua kata kunci, yakni term بشر (basysyara) dengan الاسم (sang nama), yakni nama Ishaq pada ayat ke-112 tersebut.

Dua kata kunci itu saling berpasangan, yakni pasangan 2 kata kunci بشر + (ب) غلام atau pasangan 2 kata kunci بشر + (ب) الاسم yang saling menggantikan, dan pasangan 2 kata kunci itu dalam penggunaannya tidak pernah muncul dalam satu frase atau pun dalam satu kalimat. Inilah keunikan gramatika Arab kuno khususnya, yang juga muncul dalam teks-teks berbahasa Arab pada era berikutnya, misalnya sebagaimana yang termaktub dalam gramatika Alkitab berbahasa Arab khas Kristen.

Teks kitab suci Quran secara jelas menyatakan bahwa sang putera yang diqurbankan oleh Abraham (Ibrahim) adalah sang putera yang lahir sebelum Ishaq dilahirkan. Bila qurban dilaksanakan sebelum Ishaq dilahirkan, maka qurban itu terkait dengan putera Abraham yang pertama, yang disebut غلام حليم (ghulam khalim), yakni Ishmael. Sebaliknya, Torah dan Bible menyebutkan bahwa sang putera yang diqurbankan oleh Abraham itu bernama Ishaq. Dalam konteks ini, Quran telah mengoreksi narasi Bible terkait tentang siapa yang dijadikan qurban.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s