JIHAD YANG BENAR

Banyak orang yang salah memahami kehidupan Nabi ﷺ‎  dalam hal jihad. Mereka mengira bahwa Sang Nabi ﷺ‎  itu suka berperang dan membunuh. Pernyataan ini sangat ahistoris dan penuh tuduhan yang tak bernalar.

Nabi Muhammad ﷺ‎  itu seperti Sri Krishna, keduanya berada di medan perang, tetapi tak 1 pun darah manusia yang tertumpah dari tangan mereka berdua. Tiada 1 pun manusia dari kalangan Kurawa yang tertumpah akibat senjata cakra dari Sri Krishna; dan tiada 1 pun manusia dari kalangan Quraisy yang tertumpah akibat senjata pedang dari Sang Nabi ﷺ‎ . Sang Krishna berperang didampingi muridnya, yakni Arjuna; dialah yang membasmi adharma di medan perang dengan senjatanya. Begitu juga Sang Nabi ﷺ‎  berperang didampingi muridnya, yakni Ali bin Abi Thalib; dialah yang membasmi adharma di medan perang dengan senjatanya.

Nabi Muhammad ﷺ‎  itu seperti Sang Kristus, keduanya memerintahkan sahabat-sahabatnya membawa pedang utk jihad defensif. Bukankah Kristus sendiri memerintahkan murid-muridnya untuk membeli pedang? Bukankah di taman Getsemani murid-murid Sang Kristus melawan serdadu Romawi dengan pedang yang terhunus di tangannya dan memotong telinga seorang di antara mereka tersebut? Apakah mungkin Sang Kristus memerintahkan murid-muridnya membeli pedang untuk memotong sayuran atau justru untuk jihad defensif? Nabi ﷺ‎  memerintahkan sahabat-sahabatnya untuk perang defensif tanpa memerintahkan utk membeli pedang. Begitu juga Sang Kristus, dia memerintahkan murid-muridnya utk membeli pedang tanpa memerintahkan utk berperang (Lukas 22:36); dan pedang inilah yang kemudian dipakai murid-muridnya untuk menyerang dan melawan. Simon Petrus, murid Sang Kristus yang menghunus pedangnya dan menebas telinga kanan Malkus (Lukas 22:49-5; Yohanes 18:10). Berperang atau menyerang itu membutuhkan pedang, dan Sang Kristus memerintahkan utk membeli pedang bukan utk memotong ranting dan dahan, apalagi utk memotong sayuran. Meskipun Sang Nabi ﷺ‎  dan Sang Kristus memerintahkan berperang atau membeli pedang, tetapi fakta sejarah membuktikan bahwa tak 1 pun darah tertumpah dari tangan Sang Kristus atau pun tangan Sang Nabi ﷺ‎ ; meskipun keduanya menyuruh sahabat2nya atau pun murid2nya untuk jihad defensif.

Nabi Muhammad ﷺ‎  itu seperti Musa AS. Keduanya memimpin perang, tetapi tak 1 pun darah manusia yang tertumpah melalui senjata keduanya. Justru keduanya berdoa syafaat sambil menadahkan tangan di medan perang, agar diberikan kemenangan.

מאה חמישים ושבע:אחת

MESIAS YANG ILAHI DAN INSANI

Kalau kita membaca TaNaKH (Torah Neviem ve Khetuvim) yang berkaitan dengan “kelahiran” dan “penciptaan” sesuatu, ternyata memang tidak dikenal adanya konsep “dilahirkan” tapi “tidak diciptakan”, dan dalam hal “kelahiran” atau pun “penciptaan” juga tidak dikenal adanya paduan kodrat ganda pada sesuatu, yakni adanya kodrat keilahian sekaligus kodrat kemanusiaan (kodrat kemakhlukan).

Quran menegaskan bahwa Isa Al-Masih itu hanya sebagai الكلمة (al-Kalimah) yakni Sang Firman sebagai mufrad, bukan كلام (Kalam), dan Quran menegaskan bahwa الكلة (al-Kalimah) yakni Sang Firman itu sebagai ciptaan, BUKAN yang menjadi penyebab/sumber ciptaan.

Pernyataan Quran bahwa Isa Al-Masih yakni Sang Firman (al-Kalimah) sebagai CIPTAAN dan bukan sebagai SUMBER ciptaan, juga dibenarkan oleh tradisi Yahudi mengenai Mesias yang juga sebagai CIPTAAN karena memang Messiah itu diciptakan, BUKAN tidak diciptakan.

“Three things were created on the basis of the name of the Holy One: the Righteous, the Messiah and Jerusalem.”. “Ada 3 yang diciptakan, salah satunya adalah Messiah1.

Inilah benang merah antara dokumen Islam dan dokumen Yahudi. Bila menurut Torah/TaNaKH, TUHAN sejak semula menciptakan (BARA: “mencipta) langit dan bumi, dan TUHAN sejak semula membentuk (‘ASYA: “membentuk”) langit dan bumi, dan sejak semula langit dan bumi ada proses kelahiran (TOLEDOTH – תולדות : “kelahiran/birth”), lihat Sefer Bereshit 2:4; maka hal ini membuktikan bahwa langit dan bumi itu sebenarnya “dilahirkan dan diciptakan” (gennenthenta kai poiethenta) BUKAN “dilahirkan tapi tidak diciptakan” (gennenthenta ou poiethenta). Hal ini juga membuktikan bahwa langit dan bumi sebenarnya “dilahirkan” dan “diciptakan” tanpa ada kodrat ganda, atau pun hanya memiliki kodrat keilahian. Namun justru hanya menegaskan adanya kodrat kemakhlukan saja. Uniknya Sefer Bereshit (Genesis) 2:4 dalam teksnya ternyata juga digunakan 2 kata kunci utama yang muncul bersamaan dengan maksud yang sama, yakni ילד (YELED) lit. “lahir” dan ברא (BARA), lit. “cipta” yang keduanya merujuk pada makna yang sama. Jadi “dilahirkan” itu sepadan dengan “diciptakan”, dan yang “diciptakan” itu maksudnya sama dengan “dilahirkan.” Dengan demikian, “kelahiran” langit dan bumi tidak ada kaitannya dengan adanya kodrat keilahian. Begitu juga Mesias itu ada proses תולדות (kelahiran) yang juga tanpa ada kodrat keilahian.

Talmud Bavli, maskehet Baba Bathra 75b menyebutkan bahwa Messiah itu dilahirkan dan diciptakan. Tidak ada pernyataan di dalam Talmud bahwa Messiah itu “dilahirkan tapi “tidak diciptakan” atau pun “dilahirkan bukan diciptakan” (English: begotten not created; Latin: genitum non factum, Yunani: gennethenta pro panton; Arab: مولود غير مخلوق – mawlud ghayr makhluq).

Thread ini tidak berbicara mengenai דעת יה (Da’at HASHEM), חכמה (Hochmah), דבר (Davar) atau pun מימרא (Meimra). Justru thread ini hanya fokus pada apa sebenarnya makna ילד dan ברא dalam teks Masoret Ibrani atau pun teks Qumran, yang ternyata kedua istilah tersebut tidak ada indikasi kuat yang berfungsi sebagai pembeda makna, tidak ada indikasi bahwa istilah ילד merujuk pada makna “kelahiran” dengan kodrat keilahian, sedangkan istilah ברא merujuk pada makna “penciptaan” dengan kodrat kemakhlukan. Silakan Anda cermati teks Sefer Bereshit 2:4 ternyata terkait penciptaan langit dan bumi meskipun menggunakan istilah ילד (birth) dan ברא (created); dan tentunya istilah ילד (birth) lit. “kelahiran” tidak membuktikan bahwa langit dan bumi tersebut dilahirkan dalam kodrat keilahian.

Bila teks Talmud menyebutkan istilah ילד (birth) yang ditujukan kepada Mesias, maka jelas hal itu membuktikan tidak adanya makna lain selain makna penciptaan, dan tidak ada kaitannya dengan kodrat keilahian, tapi justru hanya merujuk pada kodrat kemakhlukan. Begitu juga teks Qumran yang menggunakan istilah ילד (birth) untuk Mesias juga tdk ada kaitannya dng kodrat keilahian. Kesejajaran penggunaan istilah ילד (birth) dalam teks Masoret Ibrani (abad ke-8 M), teks Qumran (abad ke-3 SM.) misalnya 1Qsa 2:12 dan teks Talmud (abad 5 M.) misalnya Talmud Bavli masekhet Baba Bathra 75b ternyata ada konsistensi pesan yang mengacu pada makna kodrat kemanusian ataupun kemakhlukan, dan bukan merujuk pada makna kodrat keilahian. Intinya, Mesias itu dilahirkan dalam makna kodrat kemanusiaan (ciptaan), bukan dilahirkan dalam makna kodrat keilahian.

Masalahnya menjadi lain, tatkala adanya Konsili Gereja di kota Nicea tahun 325 M. yang konsepnya menyebal dari tradisi linguistic Hebraic yang kemudian menetapkan istilah ילד (lahir) sebagai kodrat keilahian yang berbeda dengan istilah ברא (cipta), sehingga muncul rumusan kredo “dilahirkan bukan diciptakan” (genitum non factum).

Perbedaan makna ילד (lahir) dan makna ברא (cipta) yang dikontraskan ini justru mengkristal saat terjadi perumusan Kredo (Syahadat Iman) Nicea yang formulanya dirumuskan pada thn 325 CE. Kredo tersebut menyatakan:

Credo in unum Denum, Patrem omnipotentem, factorem caeli et terrae, visibilium omnium et invisibilium.
(Aku percaya akan satu Allah, Bapa yang MahaKuasa, Pencipta langit dan bumi dan segala sesuatu yang kelihatan dan yang tdk kelihatan).

Et in unum Dominum Jesum Christum, Filium Dei unigenitum. Et ex Patre natum ante omnia saecula. Deum de Deo, lumen de lumine, Deum verum de Deo vero.GENITUM non FACTUM …..
(Dan akan satu Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah yang tunggal. Dia keluar dari Bapa sebelum segala abad, Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah yang benar dari Allah yang benar. DIA DILAHIRKAN bukan DICIPTAKAN …”).

Jadi Gereja menyatakan secara tegas bahwa Bapa itu PENCIPTA langit dan bumi, artinya Sang Bapa tidak MELAHIRKAN langit dan bumi, tetapi Sang Bapa telah MELAHIRKAN Sang Putera saja. Dengan demikian, Yesus itu DILAHIRKAN, bukan DICIPTAKAN oleh Sang Bapa. Penjungkirbalikan makna ילד (“birth”) tersebut memang inkonsisten dalam ranah kajian linguistik Ibrani.

1. Allah Bapa itu Patrem FACTOREM caeli et terae (PENCIPTA langit dan bumi).
2. Kristus itu GENITUM NON FACTUM (DILAHIRKAN bukan DICIPTAKAN).

KESIMPULAN

Sebagai sebuah refleksi, Mesias itu memang diciptakan sebagaimana teks yang termaktub dalam dokumen Talmud Bavli dan Torah/TaNaKH dan teks Qumran. Hal itu adalah memang sangat BENAR demikian, karena Mesias memang diyakini oleh teks suci Yahudi sebagai “Anak Manusia”, sehingga tentu saja pada diri-nya HANYA memiliki “kodrat kemanusiaan” dan tidak memiliki kodrat keilahian, dan sebagai konsekwensinya maka dia (Mesias) adalah HANYA semata-mata ciptaan.

Semoga mencerahkan kepada para pembaca.

 

Footnotes:

  1. (Talmud Bavli, masekhet Baba Bathra 75b.)

Menalar Agama Langit: Glorifikasi Mukjizat Kristus dan Krishna.

שלום עליכם
السلام عليكم

Screen Shot 2018-06-21 at 14.34.14.png

Karya saya berupa riset akademik yang berjudul “Aryo-Semitic Philology: the Semitization of Vedas and Sanskrit Elements in Hebrew and Abrahamic Texts” (Surabaya: Airlangga University Press, 2018) yang menggunakan berbagai referensi langka tsb, diharapkan nantinya akan menghapus stigma negatif atas ajaran Hindu yang berdasar pada teks suci Weda, dan juga ajaran Zoroastrian yang berdasar pada teks suci Avesta. Namun kini, ironisnya keduanya justru dijustifikasi sebagai ‘agama bumi’ (earthly religions) oleh para pseudo-scholars. Padahal secara de facto keduanya merupakan tradisi keagamaan tertua, yakni tradisi keagamaan Brahmanic yang justru memiliki kesinambungan dengan tradisi keagamaan Abrahamic. Anehnya lagi, tradisi keagamaan Abrahamic secara de jure hanya dibatasi pada 3 agama utama: yakni agama Yahudi, Kristen, dan Islam yang kemudian secara teologis justru diklaim sebagai the heavenly religions (agama langit).

Namun, berdasarkan dominasi pengaruh bhs Sanskrit dan Persian yang muncul dalam teks2 suci berbahasa Hebrew, Syriac dan Arabic sebagaimana yang termaktub dalam teks Torah, Bible dan Quran justru membuktikan adanya pengaruh Vedic yang amat kuat dalam teks ketiga agama tersebut. Hasilnya, dapat disimpulkan bahwa teks Weda dan teks Avesta yang disebut sebagai tradisi keagamaan Brahmanic secara tektual ternyata teksnya lebih kuno dibanding tradisi keagamaan Abrahamic, dan itu berarti agama Hindu sebenarnya adalah the heavenly religion, dan tidak tepat bila disebut sebagai earthly religion.

Ini semata2 kajian akademik, yang tentu saja banyak orang yang tidak siap menerima kenyataan ini. Dan pasti buku ini sangat kontroversial; tapi sebagai peneliti dalam bidang philology (comparative linguistics), sudah sepatutnya saya siap menerima kritik dari para ahli.

Dalam hal ini, tentu saja seorang agamawan juga pasti sangat sukar untuk menerima kenyataan ini. Namun, bagaimanapun juga , ini adalah kajian akademis yang berujung pada fakta linguistik, fakta tekstual sastrawi, dan fakta historis yang menandakan adanya penanda migrasi teks dari tradisi Arya ke tradisi Semit. Adanya migrasi teks ini tentu saja akan mengabrasi klaim sepihak tentang dikotomisasi antara agama langit dan agama bumi. Dan hanya mereka yang berpikiran terbuka, berwawasan luas serta padat literatur yang mungkin bisa menjadikan karya ini sebagai bahan referensi untuk bernalar akan kesinambungan sejarah tradisi agama2 besar dunia beserta kitab sucinya.

Adanya kesinambungan sejarah tradisi agama rumpun Brahmanic (Arya) dengan rumpun Abrahamic (Semit), kita dapat membaca teks yang termaktub dalam kitab suci Mahabharata dan kitab Srimad Bhagavatam Purana yang amat penting dipelajari oleh para pengkaji. Kitab Mahabharata terdiri atas 9 jilid besar dan kitab Srimad Bhagavatam Purana juga ada 44 jilid besar. Mengapa keduanya patut dipelajari? Alasannya sederhana, kitab Mahabharata ibarat “the Gospel of Krishna” bagi komunitas Hindu, sedangkan kitab Srimad Bhagavatam Purana ibarat Apostolic Letters (Perjanjian Baru/New Testament).

Di dalam kedua kitab itu memuat banyak mukjizat Krishna.

  1. Krishna berjalan di atas air dan tidak tenggelam.
  2. Krishna menyembuhkan orang buta sehingga orang tersebut bisa melihat, hanya dng sentuhan kakinya.
  3. Krishna melipatgandakan makanan menjadi banyak sehingga para brahmana semuanya dapat makan hingga kenyang.
  4. Krishna membelah lautan sehingga kering, hingga Arjuna dan Subadra tidak tenggelam.
  5. Krishna menghentikan matahari dari hukum alam sehingga tidak bergeser dari tempatnya.
  6. Masih banyak mukjizat lain yang dilakukan Krishna.

Mukjizat yang dilakukan Krishna ternyata 100% ada kesejajaran dng mukjizat yang dilakukan Kristus dan Musa. Sejarah itu berulang, dan hal ini menjadi bukti bahwa narasi teks keagamaan Brahmanic bertradisi Arya ternyata juga migrasi menjadi narasi teks keagamaan Abrahamic bertradisi Semit. The Gospel of Krishna lebih kuno dibanding the Gospel of Christ. Amazing.

Di antara komunitas agama sering kali melakukan semacam selected judgment. Mukjizat yang dilakukan Kristus dianggap sebagai “sejarah” karena agama Kristen diklaim sebagai “agama langit.” Sementara itu, mukjizat yang dilakukan Krishna dianggap sebagai “legenda” atau “dongeng” karena agama Hindu dijustifikasi sebagai “agama bumi.” Ini merupakan tindakan yang tidak jujur dan pseudo-akademik.

Bila seorang Kristiani terlalu berani dan gegabah menjustifikasi bahwa teks “The Gospel” (Injil) atau pun “The New Testament” (Perjanjian Baru) dianggap lebih tua dibanding teks Veda Mahabharata, maka sebaiknya mereka merenungkan pernyataan S.N. Dasgupta, Ph.D. dalam karyanya “A History of Sanskrit Literature: Classical Period” (Calcutta: University of Calcutta, 1947), hlm. xlix sebagai berikut.

“Though the Mahabharata underwent probably more than one recension and though there have been many interpolations of stories and episodes yet it was probably substantially in a well-formed condition even before the Christian era.”

Bila seorang Kristiani berani dan terlalu gegabah menjustifikasi kisah kehidupan dan mukjizat Krishna hanya dianggap sebagai “dongeng”, maka sebaiknya mereka juga merenungkan pernyataan Christopher Isherwood dalam karyanya “The Upanishads”, hlm. 28 beliau berkata:

“Sri Krishna has been called the Christ of India. There are in facts, some striking parallels between the life of Krishna as related in the Bhagavatam and elsewhere and the life of Jesus of Nazareth. In both cases legend and fact mingle.”

(Sri Krishna disebut juga sebagai Kristus dari India. Adanya fakta kesejajaran yang amat mencolok antara kehidupan Krishna dengan kehidupan Kristus dari Nazaret – sebagaimana catatan yang termaktub dalam kitab Srimad Bhagavatam dan kitab2 lainnya. Dalam kasus keduanya, Kristus van Indie dan Kristus van Nazareth, legenda dan fakta telah bercampur aduk).

Jadi berdasarkan pada pernyataan S.N. Dasgupta, maka teks Veda Mahabharata adalah teks tertua dibanding teks Injil atau pun teks Perjanjian Baru. Bahkan berdasarkan pernyataan Christopher Isherwood tersebut, maka bisa dibuktikan bahwa dalam dokumen teks suci kedua agama ini (Hindu dan Kristen) ternyata kita dapat menemukan adanya upaya glorifikasi atas historisitas sang tokoh yang kemudian bergeser menjadi meta-historis. Itulah sebabnya kita harus bijaksana menghargai perbedaan dan keunikan iman siapapun. Belajar mengenai sesuatu, apalagi berkaitan dengan iman – maka itu suatu keniscayaan yang semakin mencerdaskan iman kita sendiri.

 

 

Tuhan kok beranak?, Tuhan kok MENJELMA jadi manusia…

Kanisah Orthodox Syria (KOS) mencoba mencari pembenaran melalui doktrin Islam dan Quran melalui tulisan yang konon dibuat oleh seseorang yang bernama Aisha Nurramdhani yang seorang Aktivis Muslimat NU, berikut:

“TUHAN KOK BERANAK???”
Oleh: Aisha Nurramdhani
(Penjelasan seorang muslimah NU untuk Habib Rizieq)
“Kalau Tuhan beranak, yang jadi bidannya siapa?”
Pertanyaan Habib Rizieq ini saya rasa lebih asyik untuk dibahas daripada pernyataan Ahok yang sudah jelas maksudnya apa, yaitu hanya mengkritisi politisi yang memanfaatkan ayat–ayat untuk kepentingannya sendiri.
Berbeda dengan pernyataan Ahok yang memang niatnya bukan menyinggung agama, tapi lebih kepada menyinggung politisi agama; pernyataan Habib Rizieq ini malah masuk ke dalam dan menyentuh dasar keimanan Kristen sendiri.
Namun sayang, sudah terlanjur basah tapi yang keluar hanya pertanyaan dangkal seperti itu. Pernyataan Habib Rizieq kemarin saya nilai tidak berbobot. Bobotnya tidak lebih dari kebanyakan salah paham muslim-muslim yang belum pernah belajar perbandingan agama sebelumnya. Muslim yang sama sekali tidak mengerti dengan apa yang ia bicarakan.
Dia masuk ke dalam, menyentuh dasar, tapi kualitasnya hanya setara dengan pertanyaan anak sekolah minggu / santri kecil. Muslimah seperti saya saja yang suka belajar agama bisa menjelaskannya dengan mudah.
*Siapa sih Yesus itu?*
Pertama–tama kita harus mengerti terlebih dahulu posisi Yesus di mata Kristiani. Ya, lepas dahulu kacamata Islam kita yang penuh dengan doktrin dan ayat-ayat Quran tentang nabi Isa agar dapat melihat dengan jelas perspektif Kristiani terhadap Yesus. (lepasin perspektif islamnya, bukan lepasin agama islamnya yach)
Bagi umat Kristen, Yesus adalah Tuhan yang berinkarnasi (=menjelma) menjadi manusia, bukan manusia yang diangkat menjadi Tuhan seperti yang selama ini disalah pahami ummat Muslim. (Red : menurut perspektif Kristen, manusia tak mungkin jadi Tuhan. Tapi Tuhan Maha Kuasa, jadi Tuhan bisa menjelma menjadi apapun, termasuk menjadi manusia. Menyangkal bahwa Tuhan bisa menjelma menjadi manusia, berarti menyangkal Kemahakuasaan Tuhan).
Hal ini bukan tanpa dasar. Mereka melihat banyaknya nubuatan mengenai kedatangan Messiah, sang pembebas, Tuhan yang mengambil rupa manusia ini dari kitab Taurat, kitabnya para Yahudi. Kitab yang sama yang juga memuat cerita mengenai nabi Adam AS, nabi Ibrahim, dan nabi Musa AS.
Ummat Islam mungkin akan sulit mengerti ajaran Kristen mengenai kodrat ganda Yesus : “sepenuhnya insani” (kamil bi al-nasut), sekaligus “sepenuhnya ilahi” (kamil bi al-lahut) sebagai Kalimatullah.
Agar mengerti, kita mungkin dapat membandingkannya dengan ajaran Islam sendiri mengenai kitab suci al-Quran al-Karim
Bagaimanapun, sebenarnya konsep dalam Kristen ini juga ada dalam Islam, dengan posisi Yesus dalam iman Kristen dibandingkan sejajar dengan posisi al-Qur’an dalam iman Islam.
Perbandingannya bukan Yesus dengan nabi Muhammad. Karena dalam Islam, nabi Muhammad sekedar penerima Firman Allah, padahal dalam Kristen Firman-Nya adalah Yesus itu sendiri.
Sebaliknya, posisi nabi Muhammad sejajar dengan Maria (Maryam), karena keduanya adalah “sarana turunnya Firman ke dunia” menurut keyakinan masing-masing.
Secara teologis, keperawanan Siti Maryam juga paralel dengan kebuta-hurufan nabi Muhammad (Nabi al-Ummi). Karena fakta bahwa Maria tetap perawan dan nabi Muhammad buta huruf, menegaskan kemurnian Firman Allah, tanpa intervensi atau campur tangan manusia
Jadi sebenarnya ada hubungan paralel antara keyakinan Kristen mengenai Firman Allah yang menjadi manusia dengan keyakinan Islam akan Kalam Allah yang kekal yang turun menjadi al-Qur’an atau nuzul al-Qur’an.
Kalau Yesus itu Tuhan/Firman Allah/Kalimatullah, kenapa dia butuh makan? Kenapa dia bisa mati? Kenapa…..
Salah satu hal yang sering menjadi olok-olok kepada kaum Nasrani adalah ketika orang awam membenturkan sifat keTuhanan Yesus dengan kodratnya sebagai manusia. Rata-rata karena mereka tidak paham sifat “sepenuhnya insani” (kamil bi al-nasut) dan “sepenuhnya ilahi” (kamil bi al-lahut) yang dimiliki Yesus diatas.
Yesus adalah 100% Allah (dlm kapasitasnya sbg Firman Tuhan) namun juga 100% manusia (dlm fisik insaninya). Sama persis dengan Al Quran yang 100% Kalimatullah dan 100% buku.
Secara fisik mungkin buku tersebut dapat rusak, robek, atau bahkan terbakar sampai habis, bukan? Namun ketika Al Quran rusak secara fisik, apakah artinya Firman Allah juga telah rusak? Tentu tidak.
Yesus pun dalam rupanya sebagai manusia tentu dapat mengalami kerusakan secara fisik – merasakan rasa sakit, lapar, mati (namun bangkit lagi). Tapi kerusakan secara fisik tentu tidak berpengaruh apa-apa terhadap statusnya sebagai Firman Allah. Apalagi sampai hal-hal fisik ini dipandang sebagai bukti bahwa Yesus bukan Firman Allah.
Mungkin lho ya, olok-olok kaum awam ini dipandang oleh umat Nasrani sebagai hal yang tidak lucu sama sekali sekaligus menyedihkan. Bukan, bukan karena mereka sedang tersinggung sehingga merasa olok-olok itu tidak lucu. Tetapi lebih kepada rasa miris karena mengetahui pemahaman pengolok-olok itu terlalu dangkal.
Sama mirisnya ketika kita kedatangan orang yang niatnya menghina Al Quran yang kebetulan ketumpahan kopi: “Iiihh…. Kok lucu sih Firman Allah bisa rusak ketumpahan kopi? Bukan Firman Allah tuh namanya kalau bisa rusak!”.
Kalau kamu dengar olok-olok itu apakah kamu tersinggung? Apakah menurutmu olok-olok itu lucu? Tentu tidak. Kita tidak merasa lucu bukan karena kita merasa tersinggung. Kita merasa tidak lucu karena memang olok-olok itu sangat menyedihkan. Menggunakan sifat2 fisik sebuah buku untuk menyangkal Quran sebagai Kalimatullah adalah sesuatu yang sangat tidak nyambung. Ini menunjukkan dengan jelas kapasitas dan volume otak si pengolok.
Konsep ‘Dualisme’ Yesus (Kalimatullah-manusia) dan Quran (Kalimatullah-buku) ini juga bukanlah sebuah konsep yang dibuat-buat hingga terkesan unik bin antik, dimana suatu hal ternyata dapat memiliki 100% sifat A namun sekaligus juga memiliki 100% sifat B (sesuatu yang menjadi anggota himpunan sifat A dan B yang saling lepas).
Dalam dunia science, cahaya juga memiliki sifat 100% partikel namun secara bersamaan juga memiliki sifat 100% gelombang. Tapi bagaimanapun juga, kita tidak bisa membenturkan segala hasil eksperimen yang menunjukkan bukti cahaya adalah partikel untuk menyangkal fakta bahwa cahaya juga merupakan gelombang. Begitupun sebaliknya.
Hal ini karena memang tidak nyambung. Yang mau diuji apa, parameternya apa. Ibarat kita yang adalah 100% anak ibu, namun juga merupakan 100% anak dari bapak kita. Fakta bahwa hidung kita mirip ibu tidak lantas bisa dipertentangkan untuk menyangkal bahwa kita bukan anak dari bapak. Begitupun dengan fakta bahwa mata kita yang mirip bapak tidak bisa dijadikan bukti bahwa kita bukan anak dari ibu.
Lebih tepat kalau mau mempertanyakan Yesus adalah Tuhan atau bukan, ujilah apakah Ia pernah berbuat dosa atau tidak (karena kodrat manusia adalah berdosa). Dengan unsur Ilahi pada beliau, adakah mukjizat besar yang Ia perbuat dimana mukjizat ini hanya bisa dilakukan Allah sendiri? Membuat sesuatu menjadi mahkluk hidup, misalnya. Dst, dst.
Sama halnya dengan jika kita ingin menguji Al Quran adalah Firman Allah atau bukan. Ujilah apakah Al Quran pernah bertentangan dengan sifat kemanusiaan atau tidak. Apakah ada ayat Al Quran yang isinya memerintahkan perbuatan jahat, seperti mencuri atau membunuh misalnya. Dst, dst.
*Lantas waktu Yesus turun ke dunia siapa yang ngatur alam semesta?*
Mengatur alam semesta tidak ada hubungannya dengan hadirnya Yesus di dunia. Kita ummat Islam juga percaya kan bahwa Allah memiliki sifat omnipotent (maha kuasa) dan omnipresent (maha hadir).
Begitupun dengan umat Kristiani. Saat kita percaya bahwa Allah sedang hadir menjawab doa kita sekarang, tentu tidak perlu menyangsikan kemampuanNya dimana pada saat yang bersamaan Ia juga bisa hadir di tengah-tengah saudara kita di belahan dunia lain. Bukankah Allah itu Maha Kuasa?
*Apakah benar Yesus adalah anak biologis Tuhan?*
Teman-teman harus paham bahwa ummat Nasrani memiliki pemahaman yang sama dengan Islam, yakni Tuhan itu tidak beranak.
Bible tidak mengajarkan Allah melakukan hubungan biologis dengan Maryam sehingga melahirkan allah baru, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Inilah pemahaman sebagian umat Muslim yang salah.
Banyak dari mereka menganggap Tuhannya Nasrani itu ada 3: Tuhan Bapa, Tuhan Istri (Maryam), dan Tuhan Anak (Yesus). Mereka yang mempunyai pemahaman demikian, bahwa Yesus anak biologis Tuhan, sulit membedakan antara bahasa figuratif dan bahasa harfiah.
Tapi anehnya, bila mendengar kalimat “Muhammad adalah kekasih Allah” mereka tahu ungkapan tersebut hanya kiasan, sedangkan saat mendengar kata “Anak Tuhan” mereka langsung mengartikannya secara harfiah.
Kiranya kita mengerti bahwa Bible dan orang Nasrani manapun (bahkan bid’ah Nasrani paling melenceng seperti Saksi Yehuwa atau Mormon sekalipun) tidak ada yang mengajarkan Isa Al-Masih adalah hasil hubungan biologis antara Allah dan Siti Maryam!
*Kalau Yesus bukan anak biologis Tuhan, trus kenapa dia disebut “Anak Tuhan”?*
Anak Tuhan itu hanyalah istilah, sayang. Sama halnya dengan anak kunci atau anak tangga. Kunci dan tangga tidak melahirkan anak kunci dan anak tangga bukan?
Istilah “Anak Tuhan” disematkan kepada Yesus dalam kapasitasnya sebagai manusia. Patut dipahami oleh ummat Islam bahwa istilah anak Tuhan tersebut tidak hanya terbatas untuk Yesus saja. Tiap individu umat Nasrani menyebut dirinya anak Tuhan, oleh karena itu mereka memanggil Tuhan mereka dengan sebutan “Bapa”. Istilah anak dan Bapa ini digunakan untuk menunjukkan kedekatan ummat Nasrani dengan Tuhannya. Layaknya seorang bapak yang memelihara, membimbing, melindungi, dan mendisiplinkan anaknya, begitu pula sikap Tuhan pada ummatNya.
Akhirul kalam, seperti itulah Yesus. Bagi umat Nasrani dia adalah Tuhan yang menjelma menjadi manusia. Jadi tidaklah heran dalam dirinya terkandung atribut-atribut illahi yang tidak dimiliki oleh siapapun, bahkan oleh nabi manapun, seperti dapat menghidupkan orang mati.
Pun demikian, sosoknya tidaklah lepas dari sifat-sifat kemanusiaan (karena Ia memang menjelma menjadi manusia) seperti dapat merasakan rasa sakit, kantuk, lapar, sekaligus atribut anak Tuhan juga tersemat padanya, sebagaimana umat yang mengenal Allah.
Sementara itu, kita ummat Islam memandang Yesus adalah suci (QS 19:19), dapat meniupkan nafas kehidupan pada tanah liat hingga menjadi burung (QS 3:40), dan banyak hal senada lainnya.
Hendaknya dari hal-hal yang sudah saya paparkan diatas dapat membantu teman-teman untuk memahami iman saudara kita yang beragama Nasrani, sehingga rasa saling menghormati dapat lebih terjalin. Aamiin…

Tanggapan kami:

Penulisnya mengaku sebagai Muslimah, bahkan nama yang dimilikinya sangat Islami, tetapi ironisnya, berdasarkan kajian analisis wacana, maka argumentasi yang dibangun dalam membandingkan antara Quran sebagai Kalimatullah dan Yesus sebagai Kalimatullah justru membuktikan bahwa sang penulis sendiri sangat mengenal teologi Kristiani tetapi nampak sangat tidak jeli dan sangat awam dengan ilmu kalam versi Islam. Fakta analisis wacana ini membuktikan bahwa sang penulis membangun opini berdasarkan doktrin keagamaan Kristen yang diyakininya yang sekaligus membuktikan kemahirannya dalam seluk beluk teologi khas Kristiani. Bahkan sang penulis sangat awam dalam Dirasah Muqaranah al-Adyan yang seharusnya sebagai world view (weltansaung) sang pengkaji lintas agama. Sang penulis begitu mengalami euforia utk melepaskan perspektif Islamnya tetapi pada saat yang sama justru sangat kesulitan dalam melepaskan perspektif kekistenannya dan mengalami absurditas dalam logika pemikirannya yang melintas batas doktrin yang dibangunnya sendiri. Mengapa? Dalam mempertanggung jawabkan iman Kristiani yang dianggapnya sangat logis, maka sang penulis menyatakan: ” Tuhan Maha Kuasa, tiada yang mustahil bagi-Nya. Jadi Tuhan bisa menjelma menjadi apapun, termasuk menjadi manusia; menyangkal bahwa Tuhan bisa menjelma menjadi manusia berarti menyangkal kemahakuasaan Tuhan.” Bila argumentasi ini dapat diterima secara jujur,  maka kemahakuasaan Tuhan tidak hanya dibatasi hanya 1 kali penjelmaan saja sebagai manusia dalam wujud Kristus (Yesus), sesuai ajaran Kristiani;  tetapi kemahakuasaan Tuhan justru bisa menjelma berkali-kali menjadi apapun, termasuk menjadi manusia dalam wujud Krishna, sesuai konsep inkarnasi dalam agama Hindu.  TUHAN pernah menjelma menjadi Matsya (Ikan), Kurma (Kura-kura), Waraha (manusia berkepala babi hutan), Narasimha (manusia berkepala singa), Wamana (manusia cebol), Parsuram (manusia Brahmana), Rama, dan Krishna, sebagai insan kamil.

Jadi sudah sepatutnya ajaran Hindu lebih membuktikan kemahakuasaan Tuhan untuk menjlema menjadi apapun dan berkali-kali menjelma, dibanding hanya sekali menjelma dan hanya menjelma sebagai manusia saja. Jika Tuhan bisa menjelma berkali-kali dalam berbagai bentuk dianggap bahwa Tuhan tidak Maha Kuasa, lalu bagaimana kita bisa mempertanggungjawabkan secara nalar bahwa Tuhan hanya mampu menjelma 1 kali saja dan itunpun dalam rupa manusia dan bukan dalam rupa setengah-manusia atau rupa hewan sekali pun?

Persoalnya, konsep menjelma/nuzul/inkarnasi itu nalar yang absurd ataukah tidak? Mereka sendiri bingung, menjelma sekali atau berkali-kali. Menjelma jadi manusia atau setengah manusia atau binatang? Lebih absurd lagi

  • Nubuatan mengenai Yesus sebagai Mesiah tidak bisa dibuktikan dari kitab TaNaKH. Satu ayat pun tidak ada soal itu. Apalagi nubuatan mengenai Tuhan datang menjelma menjadi manusia juga tidak pernah ada 1 ayat pun dalam TaNaKH. Mengapa? Dalam TaNaKH secara tegas dinyatakan bahwa Tuhan tidak SEPERTI manusia (anti-Mujassimah) dan Tuhan  tidak MENJADI manusia (tajassud al-kalimah). Silakan  buka referensi-referensi Yahadut.
  • Kesejajaran antara Quran sebagai Kalimatullah dan Yesus sebagai Kalimatullah sebagaimana yang ditawarkan oleh pihak Kristen – sebenarnya tidak tepat dan justru mengandung banyak kecacatan akut yang membuktikan atas ketidaksejajarannya. Mengapa? Kalau kita konsisten  mau  memparalelkan keduanya, maka memang faktanya semua umat Islam menganggap bahwa KITAB yakni mushaf Quran adalah makhluk, maka  MANUSIA yakni Yesus seharusnya dianggap makhluk juga. Bukankah tidak ada 1 pun sekte/firqah dalam Islam menganggap bahwa KITAB mushaf Quran itu ghairu makhluk (bukan makhluk)? Maka benar juga bila umat Islam menganggap bahwa sebenarnya MANUSIA Yesus itu juga makhluk.  Konsekwensinya Firman Allah yang menggunakan sarana media berupa KITAB yakni -mushaf Quran – bisa berubah, rusak, bahkan hilang adalah tanda kalau itu makhluk. Sama halnya dgn Firman Allah yang menggunakan sarana media berupa MANUSIA yakni Yesus  yang makan, minum dan mati. Itu semua tanda kalau Yesus adalah makhluk. Bukankah KITAB yakni mushaf Quran dan MANUSIA yakni Yesus paralel bahwa keduanya adalah makhluk? Jadi dalam konteks ini, MANUSIA Yesus sebagai Firman Allah adalah makhluk sebagaimana KITAB mushaf Quran juga sebagai makhluk.
  • Tidak ada seorang pun umat Islam, atau pun firqah dalam dunia Islam yang menyembah KITAB mushaf Quran yang adalah Firman Allah. Namun sebaliknya, tak ada 1 pun seorang Kristen, dari kalangan Ortodoks, Katolik dan Protestan (kecuali aliran Unitarian/Saksi Yehuwa) yang tidak menyembah MANUSIA Yesus yang adalah Firman Allah atau pun tidak menganggap bahwa MANUSIA Yesus adalah Firman Allah.  MANUSIA Yesus  sepenuhnya 100%  adalah Firman Allah (Yohanes 1:14) sedangkan KITAB mushaf Quran sepenuhnya 100% adalah bukan ghairu makhluk (bukan makhluk).

Apakah ada umat Islam yang menganggap bahwa KITAB mushaf Quran adalah Firman Allah yang nuzul dari sorga? Tidak ada!

Apakah ada umat Kristen yang menganggap bahwa MANUSIA Yesus adalah Firman Allah yang turun dari sorga? Ya, semua berkeyakinan seperti itu. Apakah ini paralel? Tidak!

Itulah bedanya mencari kebenaran dan mencari pembenaran. KOS takut dituduh musyrik, maka berlindung menggunakan jubah ilmu kalam Islam yang sebenarnya tidak paralel.

Ada nuzulul Quran – ada nuzulul Masih. Ada Maulid Nabi al-Mubarak, ada Iedul Milad al-Mubarak. ⇒ Inilah gaya Kristenisasi menggunakan istilah2 Islami dan istilah2 Qur’ani.

  • Umat Islam tidak ada kepentingan mengenai konsep kodrat ganda Yesus : “sepenuhnya insani” (kamil bi al-nasut), sekaligus “sepenuhnya ilahi” (kamil bi al-lahut) sebagai Kalimatullah. Mengapa? Karena hal ini tidak ada hubungannya dengan Quran sebagai Kalimatullah. Persoalan kondrat ganda pribadi Yesus hingga kini masih terbelah dua antara Kristen mazhab Kalsedon dan Kristen mazhab non-Kalsedon.  Antara Kristen Ortodok Koptik/Ortodoks Syria berseberangan dengan Kristen Ortodoks Yunani. Yang satu menganggap sesat yang lain. Yang satu menyebut menganut aliran monofisit adalah sesat dan yang satu menganggap aliran diplofisit adalah  sesat. Jadi persoalan kodrat ganda Yesus tidak ada hubungannya dengan labelisasi kodrat ganda Quran karena Quran tidak mengenal kodrat ganda sebagaimana yang dianggap oleh kaum Kristiani. Kodrat ganda Yesus sebagai Kalimatullah sepenuhnya adalah urusan internal kaum Kristen dan tidak ada kaitannya dengan Quran sebagai Kalimatullah yang didakwa juga memiliki kodrat ganda. Jika Quran dianggap memiliki kodrat ganda, maka pertanyaannya: apakah Quran sebagai Kalimatullah memiliki kodrat ganda diplofisit atau monofisit?

Silakan umat Kristen menjawabnya sendiri. Jadi kita tidak mungkin dapat membandingkannya dengan ajaran Islam itu sendiri mengenai kitab suci al-Quran al-Kariim yang dianggap oleh kaum Kristiani memiliki kodrat ganda. Bagaimanapun, sebenarnya konsep kodrat ganda dalam Kristen ini tidak ada dalam  Islam, dimana posisi Yesus dalam iman Kristen yang  dibandingkan sejajar dengan posisi al-Qur’an dalam iman Islam.

Perbandingannya sebenarnya bukan Yesus dengan Quran, tapi perbandingannya adalah antara firman Allah yang nuzul  kepada Nabi Muhammad di gua Hira pada perisitiwa Laylatul Qadr yang sejajar dengan Firman Allah yang nuzul kepada Yesus di sungai Yordan pada peristiwa Laylatul Quddus. Mengapa? Karena dalam Islam, Nabi Muhammad sekedar penerima Firman Allah, sebagaimana Yesus yang bergelar Sang Firman juga sekedar penerima Firman Allah. Menurut Quran dan Alkitab Perjanjian Baru, Yesus hanya disebut dengan gelar Sang Firman yang berasal dari Firman Allah KUN (jadilah). Posisi Nabi Muhammad tidak sejajar dengan Maria (Maryam), karena salah satunya bukan Nabi, meskipun keduanya adalah manusia kamil bi al-nasut (sepenuhnya manusia) menurut keyakinan masing-masing.

Jadi sebenarnya tidak ada hubungan paralel antara keyakinan Kristen mengenai Firman Allah yang menjadi manusia dengan keyakinan Islam akan Firman Allah yang kekal yang turun menjadi al-Qur’an atau nuzul al-Qur’an.

Dalam keyakinan Kristen, Yesus adalah 100% Allah (dalam kapasitasnya sbg Firman Tuhan) namun juga 100% manusia (dalam fisik insaninya). Ini tidak sama persis dengan Al Quran yang 100% Kalimatullah dan tetapi 100% sebagai KITAB mushaf Quran yang adalah makhluk. Hal ini karena memang tidak nyambung.

Dengan mensejajarkan Quran dengan Yesus berarti orang Kristen ibarat melempar batu sembunyi tangan. Supaya orang Islam bingung: ibarat makan buah simalakama, dimakan, bapak mati, tidak dimakan ibu mati. Mengatakan Yesus makhluk berarti mengatakan Quran juga makhluk, mengatakan Quran ghairu makhluk berarti harus juga mengatakan bahwa Yesus bukan makhluk.⁠⁠⁠⁠

Apakah mereka kaum Kristen berpendapat bahwa Firman Allah nuzul di sungai Yordan kepada Yesus itu dianggapnya bahwa TUHAN pun berinkarnasi dalam wujud sekumpulan huruf-huruf dan bunyi-bunyi yang dilahirkan melalui mulut-Nya atau Firman Tuhan nuzul di gua Hira juga merupakan bukti bahwa TUHAN pun berinkarnasi dalam wujud sekumpulan huruf-huruf dan bunyi-bunyi yang dilahirkan melalui mulut sang Utusan-Nya?  Tentu tidak.

KESIMPULAN.

  1. Pertama, Quran dan Bible sama-sama memiliki perspektif yang sejajar tentang siapa sebenarnya Yesus itu. Menurut Quran, Yesus adalah sekedar  makhluk yang diciptakan oleh Allah melalui Firman-Nya. Dia berfirman KUN (Jadilah engkau). Melalui kajian linguistik Arab, kata KUN merupakan fi’il amr yang merupakan kata kerja perintah mufrad (singular), maka konsekwensinya objeknya juga mufrad yakni  kata Kalimatulah (1 firman Allah); Allah tidak berfirman KUNU (Jadilah kalian semua) sehingga obyeknya jadi bentuk jama’ (plural). Apakah kaum Kristiani bisa bedakan antara fi’il amr bentuk mufrad (KUN) dan fi’il amr bentuk jama’ (KUN)? Apakah kaum Kristiani bisa bedakan antara istilah Arab-nya ” Firman Allah ” bentuk mufrad dan “Firman Allah ”  bentuk jama‘? Jelaslah bahwa dalam Quran Yesus disebut sebagai kalimatullah hanyalah sebagai GELAR, yang namanya Sang Firman,  karena Yesus diciptakan dari firman Allah yang berbunyi KUN (Jadilah) yang Allah firmankan itu. Hal ini ada kesejajaran dengan perspektif Bible bahwa Yesus disebut juga namanya sebagai Firman Allah (Wahyu 19:13) yakni Sang Firman. Itulah sebanya dalam Alkitab al-Muqaddas berbahasa Arab dikatakan: fil bad’i kana al-kalimah (pada mulanya adalah firman), teksnya tidak tertulis  fil bad’i kanat al-kalimah, kanat dalam bentuk muannats (feminin), tapi dalam bentuk kana (madzakkar/masculine). Hubungan antara kata kana (mudzakar) dengan kata kalimah membuktikan bahwa kata al-kalimah merupakan GELAR bagi kata mudzakkar. Di sinilah bukti kongkrit bahwa kata Kalimah hanya merupakan gelar saja, sehingga Yesus disebut  dengan gelar Sang Firman. Mengapa? Karena dia diciptakan dari firman Allah yang berbunyi KUN.
  2. Kedua, kalau umat Kristen mau memperbincangkan apakah Quran yang nuzul dari langit yang terdokumentasi dalam KITAB mushaf Quran itu makhluk atau ghairu makhluk, maka sebenarnya ada konsep yang sejajar dalam persoalan ini dalam dunia kekristenan. Dalam Kristen hal ini berkaitan dengan Firman Allah yang nuzul dari sorga  yang kemudian terdokumentasi dalam KITAB Injil (Matius, Markus, Lukas, Yohanes) itu makhluk atau ghairu makhluk? Jadi Firman Allah yang nuzul dari Lauhil Mahfudz konsepnya ada dalam Islam, sejajar dengan konsep Firman Allah yang nuzul dari langit/sorga dalam iman Kristen. Lihat Matius 3:17; Matius 17:5. Jadi sebenarnya ada hubungan paralel antara keyakinan Kristen mengenai Firman Allah yang kekal yang nuzul menjadi KITAB mushaf Injil dengan keyakinan Islam akan Kalam Allah yang kekal yang nuzul menjad KITAB  mushaf Qur’an.

Injil adalah 100% Firman Tuhan namun juga 100% adalah tulisan  dalam bentuk KITAB mushaf Injil. Sama persis dengan Al Quran yang 100% Kalimatullah dan 100% dalam bentuk KITAB mushaf Injil.

Secara fisik mungkin kitab/buku tersebut dapat rusak, robek, atau bahkan terbakar sampai habis. Namun ketika Firman Allah yang nuzul kepada Nabi SAW di gua Hira yang terdokumen dalam mushaf Quran atau pun Firman Allah yang nuzul dari sorga kepada Yesus di sungai Yordan yang terdokumen dalam mushaf Injil itu  rusak secara fisik, apakah artinya Firman Allah juga telah rusak? Tentu tidak.

Mushaf Al Quran yang kebetulan ketumpahan kopi: Pasti ada yang berkomentar aneh:

“Iiihh…. Kok lucu sih Firman Allah yang nuzul di gua Hira kepada Nabi SAW bisa rusak ketumpahan kopi? Bukan Firman Allah tuh namanya kalau bisa rusak!” Pernyataan ini sama halnya dengan menyatakan: “Iiih kok lucu sih Firman Allah yang nuzul di sungai Yordan kepada Yesus kok bisa rusak ketumpahan kopi!”

Jadi argumentasi seorang akademisi yang cerdas akan berkata jujur berbicara dua tema besar:

  1. Apakah Firman Allah yang nuzul kepada Nabi di gua Hira ataupun Firman Allah yang nuzul kepada Yesus di sungai Yordan itu Firman Allah yang kekal, ghairu makhluk atau makhluk?
  2. Apakah Firman Allah yang nuzul dan terdokumentasi dalam mushaf Quran dan mushaf Injil itu ghairu makhluk atau makhluk?

Silakan dijawab sendiri bila Anda orang yang jujur dan tidak standard ganda…

Kalam Tuhan nuzul menjadi Yesus?

Deacon Kristen Orthodox Damaskinos Arya, baru baru ini membuat tulisan untuk melakukan pembenaran akidah mereka dengan membandingkan Nuzul-nya Quran dengan Nuzul-nya Al-Masih sebagai Kalam Tuhan dengan mencatut nama Imam Ghazali.

https://www.facebook.com/GerejaOrthodoxIndonesia/photos/a.381990218501928.91063.381631208537829/1111559242211685/?type=3&theater

Ini sangat menggelikan karena kalau kita mengerti dengan benar tidak ada kesebandingan dan kesejajaran. Yang lebih tepat adalah Kalam Tuhan nuzul kepada Yesus di sungai Yordan sejajar dengan Kalam Tuhan yang nuzul kpd Nabi SAW di gua Hira.

Kalam Tuhan yang nuzul di sungai Yordan

Kalam Tuhan yang nuzul di sungai Yordan, berbunyi: ant hu beriy habiba bakh izthevit

ܗܳܢܰܘ ܒ݁ܶܪܝ ܚܰܒ݁ܺܝܒ݂ܳܐ ܕ݁ܒ݂ܶܗ ܐܶܨܛܒ݂ܺܝܬ݂

هَذَا هُوَ ابْنِي الْحَبِيبُ الَّذِي بِهِ سُرِرْتُ

“Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan”

sejajar dng Kalam Tuhan yang nuzul di gua Hira yang berbunyi: “Iqra bismirabbikallladizi khalaq.”

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,”

Tuhan tetap berfirman sekalipun sang firman turun ke bumi menjelma menjadi Yesus menurut kepercayaan Kristen. Itulah sebabnya ALLH tetap berfirman yang firman-Nya nuzul yang berbunyi: Inilah Anak-Ku yang Kukasihi kepadanyalah Aku berkenan.

Jadi Quran adalah Firman ALLH yang nuzul menjadi KITAB, mushaf Quran sama dng Injil adalah Firman ALLH yang nuzul menjadi KITAB, mushaf Injil Matius.

Jadi Quran adalah Firman ALLH yang nuzul menjadi KITAB, yakni mushaf Quran, yang sejajar dan sama dng Injil adalah Firman ALLH yang nuzul menjadi KITAB, yakni mushaf Injil Matius.

Jadi sekali lagi kesalahan keyakinan Kristen adalah karena umat Kristen menyembah dan menjadikan bentuk nuzul firman (dalam teologi Kristen -manusia- ) sebagai sesembahan. Tidak ada umat Islam yang menjadikan bentuk nuzul firman -mushaf- sebagai sesembahan karena bentuk nuzul adalah makluk ciptaan atau hadits.