SIRAH AL-MASIH DAJJAL: “Mshikha Daggala” dari Teks Peshitta Aramaik hingga teks Islam.


Wacana terkait Al-Masih Dajjal (المسيح الدجال) tidak saja dikenal dalam literatur Islam, tetapi wacana Al-Masih Dajjal ternyata juga dikenal dalam literatur yang lebih kuno di Timur Tengah, terutama pada dokumen agama-agama Semitik, yang merujuk pada tradisi agama Yahudi dan tradisi agama Kristen. Dalam teks Peshitta abad ke-5 M., yang ditulis dalam bahasa Syro-Aramaic, istilah Al-Masih ad-Dajjal (المسيح الدجال) dikenal dengan sebutan Mshikha Daggala (ܡܫܝܚܐ ܕܓܠܐ), sedangkan dalam literatur Ibrani ternyata istilah tersebut disebut dengan sebutan Meshikhei sheqer (משיחי שקר). Meskipun berbeda dalam pelafalan diksinya, tetapi ketiganya merujuk pada makna yang sama, yaitu Mesias palsu – the false Messiah.


Injil Matius 24:24 versi Peshitta menyebutkan demikian.

ܢܩܽܘܡܽܘܢ ܓ݁ܶܝܪ ܡܫܺܝܚܶܐ ܕ݁ܰܓ݁ܳܠܶܐ ܘܰܢܒ݂ܺܝܶܐ ܕ݁ܟ݂ܰܕ݁ܳܒ݂ܽܘܬ݂ܳܐ ܘܢܶܬ݁ܠܽܘܢ ܐܳܬ݂ܘܳܬ݂ܳܐ ܪܰܘܪܒ݂ܳܬ݂ܳܐ ܐܰܝܟ݂ ܕ݁ܢܰܛܥܽܘܢ ܐܶܢ ܡܶܫܟ݁ܚܳܐ ܐܳܦ݂ ܠܰܓ݂ܒ݂ܰܝܳܐ ܀ 

Nqumun geir Mshikhe Daggale wa neviyye d’kaddavuta, w’nitlun atwata rawrwata. Eyk d’nath’on in mishkta af lagvayya.

Matthew 24:24 – For there shall arise false messiahs and prophets of untruth; and they shall give forth magnificent signs, so as to seduce, if possible, the chosen also.


Karena akan datang banyak Al-Masih palsu dan nabi-nabi palsu. Mereka akan memberikan tanda-tanda ajaib yang dahsyat serta juga berbagai mukjizat, supaya kalau bisa, mereka menyesatkan orang-orang pilihan-Nya juga


Sementara itu, teks Injil Matius 24:24 versi bahasa Arab tertulis demikian [1]:


فسيظهر مسحاء دجالون وانبياء كذابون يصنعون الايات والعجاءب العظيمة ليضللوا ان امكن حتى الذين اختراهم الله


“Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul, dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga.”


Ayat suci yang termaktub dalam Matius 24:24 yang tertulis dengan menggunakan istilah Syro-Aramaic ܡܫܝܼܚܹܐ ܕܲܓ̈ܵܠܹܐ (Mšīkhe daggale), ternyata ada kesejajaran episteme dengan istilah Arab, yakni مسحاء دجالون (Musakha-u dajjalun). Dan istilah Syro-Aramaic ܡܫܝܼܚܹܐ ܕܲܓ̈ܵܠܹܐ (Mšīkhe daggale) sebagaimana yang termaktub dalam teks Peshitta tersebut, ternyata berdasar pada kajian semantik leksikal bermakna ganda; yakni merujuk pada makna “the Anointed Ones” dalam konteks agamis dan politis.

Dalam Injil Matius 24:24 itu memang tertulis term plural, yakni ܡܫܝܼܚܹܐ ܕܲܓ̈ܵܠܹܐ Mšīkhe daggale. Pada istilah tersebut terdapat penanda “seyame” yakni sebagai penanda bentuk plural (jamak) atas kata Mšīkhe, yg secara maknawi membuktikan akan adanya ‘mesias-mesias’ yg ‘palsu’ (daggale – adjective, plural). Ayat ini mengkonfirmasi akan adanya kemunculan lebih dari seorang ‘mesias’ selain dari Al-Masih ad-Dajjal itu sendiri.


Teks Perjanjian Baru, terutama yang termaktub dalam nas (I Yohanes 2:22), ternyata juga mencatat bahwa Al-Masih ad-Dajjal (المسيح الدجال) merupakan sosok yang kontras dari Yesus (Isa) yang disebut sebagai Al-Masih (المسيح), sebagaimana catatan kitab suci [2]:.


فمن هو الكذاب الا الذي ينكر ان يسوع هو المسيح. هذا هو المسيح الدجال الذي ينكر الاب والابن معا.


fa man huwa al-kadzdzab illa alladzi yunkiru inna Yasu’ huwa Al-Masih. Hadza huwa Al-Masih ad-Dajjal alladzi yunkiru Al-Ab wal Ibn ma’an.


(Siapakah dia sang pendusta itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Yesus adalah Al-Masih? Dia itu adalah Al-Masih ad-Dajjal, yaitu dia yang menyangkal baik Bapa maupun Anak),


Menariknya, teks Peshitta berbahasa Syro-Aramaic menyebut المسيح الدجال (Al-Masih ad-Dajjal) dengan sebutan ܡܫܝܚܐ ܕܓܠܐ (Mshikha Daggala). Nas tersebut dengan ungkapan demikian:

ܡܰܢܽܘ ܕ݁ܰܓ݁ܳܠܳܐ ܐܶܠܳܐ ܐܶܢ ܐܰܝܢܳܐ ܕ݁ܟ݂ܳܦ݂ܰܪ ܕ݁ܝܶܫܽܘܥ ܠܳܐ ܗ݈ܘܳܐ ܡܫܺܝܚܳܐ ܗܳܢܳܐ ܗܽܘ ܡܫܺܝܚܳܐ ܕ݁ܰܓ݁ܳܠܳܐ ܗܰܘ ܕ݁ܟ݂ܳܦ݂ܰܪ ܒ݁ܰܐܒ݂ܳܐ ܟ݁ܳܦ݂ܰܪ ܐܳܦ݂ ܒ݁ܰܒ݂ܪܳܐ ܀ 

Mennu daggala ella in ayna d’kafar d’Isho la hawa Mshikha we hanaw ܡܫܝܚܐ ܕܓܠܐ – Mshikha Daggala. Haw d’kafar be Aba kafar af be Bra.

Who is a liar, if not he who denieth that Jesus is the Messiah? and this (one) is a false meshiha. He who denieth the Father, denieth also the Son;


Studi sejarah bangsa Yahudi pasca Isa (Yesus) serta munculnya klaim orang-orang yang mengaku sebagai ‘mesias-mesias’ dalam hal ini sangat penting utk dikaji, terutama bukunya Max Isaac Dimont dalam karyanya “Jews, God and History” (2018), dan bukunya Reza Aslan berjudul “Zealot: the Life and Times of Jesus of Nazareth” (New York: Random House, 2013).

Pax-Britannica, Fase ke-1


Tanda-tanda kemunculan Dajjal memang sudah dirasakan dalam tahun-tahun terakhir ini, yang ditandai adanya maraknya fitnah dan makar dimana-mana. Dajjal sendiri pun sudah disambut kedatangannya sejak berdirinya negara Israel pada tahun 1948, dan berdirinya negara Saudi Arabia pada tahun 1932 yang diprakarsai Pax-Britanica yang didirikan di bekas wilayah imperium Islam Ottoman pasca kekalahan poros Jerman dalam Perang Dunia I (PD ke-1). Itulah sebabnya, ada hubungan rahasia yang sangat mesra antara Israel – Saudi Arabia – UK tatkala kedua negara, yakni Israel dan Saudi Arabia didirikan, dan juga ada hubungan mesra antara Saudi Arabia – Israel – USA saat kota Yerusalem dijadikan sebagai ibukota resmi oleh negara Israel.


Persiapan kedatangan Dajjal pada fase ke-1 telah dimulai, yakni dengan berdirinya negara Israel, yang didirikan oleh orang-orang Jewish Zionists atas nama klaim agama Yahudi, meskipun kaum mayoritas Yahudi Ortodoks menolaknya. Sementara itu, negara Saudi Arabia juga telah didirikan oleh orang-orang Muslim Zionists atas nama klaim agama Islam, meskipun kaum mayoritas Muslim Sunni telah menolaknya. Tentu Anda masih ingat tokoh besar Zionist yang terlibat atas berdirinya negara Saudi Arabia, yakni Thomas Edward Lawrence yang dikenal sebagai Prince Lawrence of Arabia. Silakan Anda membaca buku penting karya Sir Ronald Storrs berjudul “Lawrence of Arabia: Zionism and Palestine” (New York: Penguin Books, 1937), dan karyanya Imran N. Hosein berjudul “The Caliphate, the Hejaz and the Saudi-Wahabi Nation-State” (New York: Masjid Dar al-Qur’an, 1996).

Pax-Americana, fase ke-2


Kini, fase ke-2 untuk menyambut kedatangan Dajjal juga dipersiapkan, yakni adanya pengakuan secara de jure atas kota Yerusalem sebagai ibukota resmi negara Israel oleh Saudi Arabia dan USA. Pada fase ke-1 ini banyak buku telah ditulis, yakni adanya gelombang migrasi kaum Yahudi secara besar-besaran menuju tanah Palestina, dan migrasi besar-besaran ini terjadi sejak tahun 1948 hingga kini. Berkaitan dengan persoalan gelombang migrasi kaum Yahudi ke tanah Palestina dan konflik yang melingkupinya, maka para pembaca dapat membaca 3 buku penting para sejarawan Yahudi berikut ini:

  1. (“The Fateful Triangle: Israel, the United States and the Palestines” karya Prof. Noam Chomsky (Montreal: Black Rose Books, 1984),
  2. “War and Peace in the Middle East: A Concise History” karya Prof. Aim Shlaim (New York: Penguin Books, 1995),
  3. “One State, Two States: Resolving the Israel/Palestine Conflict” karya Prof. Benny Morris (New Haven & London: Yale University Press, 2009).


Ketiga karya sejarawan Yahudi tersebut mewakili cara pandang yang berbeda, yang dua anti-Zionis, sedangkan yang satu pro-Zionis. Ketiganya dikenal sebagai “historian” yang sekarang sering dinamakan sebagai “mazhab sejarawan baru (New Historian)”. Ketiga profesor dengan pandangan yang berbeda bahkan berlawanan ini akan memberikan pandangan yang tidak sederhana tentang apa yang terjadi di kawasan Timur Tengah, khususnya terkait konflik Israel – Palestina. Ketiga profesor tersebut menggunakan sumber data dalam negeri mereka. Prof. Ilan Pappe dan Prof. Benny Morris keduanya terkenal menggunakan sumber utama Israel, termasuk sumber paramiliter dan tulisan langsung para “Bapak Bangsa” sebelum negara Israel itu berdiri. Namun, keduanya memiliki pandangan yang bertolak belakang dan kesimpulan yang berbeda pula, meskipun hal itu merujuk pada sumber data yang sama. Sementara itu, Prof. Noam Chomsky adalah seorang ahli bahasa dan politik, sekaligus pengamat Amerika yang sangat kritis menilai kebijakan luar negeri USA.


Fakta fase ke-2 terkait persiapan kedatangan Dajjal adalah penahbisan kota Yerusalem sebagai ibukota resmi negara Israel. Maulana Imran N. Hosein telah menyatakan betapa pentingnya kota suci Jerusalem sebagai tanda Akhir Zaman, dan beliau ternyata telah menulis buku ttng Jerusalem tersebut pada tahun 2002. Itu artinya, sebelum Presiden USA Donald Trump secara resmi mengumumkan Jerusalem pada tahun 2017 sebagai ibukota negara Israel, maka Maulana Imran N. Hosein sendiri sudah menyatakannya. Dalam bukunya “Jerusalem in the Quran: An Islamic View of the Destiny of Jerusalem” (San Fernando: Masjid Jamiah, 2002), hlm. 21 Maulana Imran N. Hosein mengatakan: “the book begins, appropriately with the mystery of Jerusalem, the town in the Quran. Perhaps the reason for a mysterious treatment of the subject is because Islam has taught that Jerusalem is destined to play a central crucial role in the Last Age.”


Sejarah telah membuktikan. Pada tgl. 6 Desember 2017, presiden USA Donald Trump telah menyatakan dan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel, dan presiden Donald Trump sendiri telah mengumumkan akan segera memindahkan kedutaan USA dari kota Tel-Aviv ke kota Yerusalem. Pada tgl. 23 Februari 2018, Departemen Luar Negeri USA juga mengumumkan kembali bahwa Kedutaan Besar USA secara resmi akan dibuka di Yerusalem pada tgl. 14 Mei 2018, bertepatan dengan 70 tahun berdirinya negara Israel. Kini, Kedutaan Besar USA di Israel terletak di kawasan Arnona, Yerusalem Barat. Ini adalah fakta sejarah yang tidak bisa ditolak oleh siapapun. USA dan Saudi Arabia kini telah mengakui Yerusalam sebagai ibukota resmi negara Israel secara de jure. Bahkan, Saudi Arabia sangat begitu dekat dan akrab dengan Israel.


Pax-Judaica, fase ke-3


Fase ke-3 utk menyambut Dajjal akan segera terjadi. Dajjal akan segera bertahta di Singgasana Solomo, Raja Israel. Guru mulia Maulana Imran N. Hosein telah menulis 3 buah buku berkaitan dengan tema besar ini, yakni

  1. “Jerusalem in the Quran: An Islamic View of the Destiny of Jerusalem” (2002),
  2. “Dajjal the Quran and Awwal al-Zaman: the Beginning of History” (2017),
  3. “The Quran, Dajjal and the Jasad” (2019).

Pada fase ke-3 tersebut, kedatangan Dajjal akan ditandai dengan sebuah tanda besar, yakni adanya pembangunan Bait Suci ke-3 di atas reruntuhan Masjid Al-Aqsa. Inilah tanda kehadiran sebenarnya dari Al-Masih Dajjal.

Rashi dan Rambam telah menyebutkan mengenai adanya pembangunan Bait Suci ke-3 sebagai Beyt ha-Miqdas tatkala Mesias yang ditungu-tunggu itu datang, sebagaimana yang tercatat dalam Mishneh Torah, Hilkhot Melachim 11:1,4 dan Talmud Yerushalmi, masechet Megillah 1:11.

Sirah Al-Masih Dajjal Bag.1: Keterkaitan Al-Masihu Dajjal dgn Yesus, Adam, Saudi, Israel & Yerusalem

Footnotes:

  1. Alkitab: Al-Kitab al-Muqaddas. Arab – Indonesia. ‘Arabiy – Indunisiy (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2003), hlm. 86
  2. Alkitab: Al-Kitab al-Muqaddas. Arab – Indonesia. ‘Arabiy – Indunisiy (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 3003), hlm. 765.

SIRAH AL-MASIH DAJJAL: "Mshikha Daggala" dari Teks Peshitta Aramaik hingga teks Islam.


Wacana terkait Al-Masih Dajjal (المسيح الدجال) tidak saja dikenal dalam literatur Islam, tetapi wacana Al-Masih Dajjal ternyata juga dikenal dalam literatur yang lebih kuno di Timur Tengah, terutama pada dokumen agama-agama Semitik, yang merujuk pada tradisi agama Yahudi dan tradisi agama Kristen. Dalam teks Peshitta abad ke-5 M., yang ditulis dalam bahasa Syro-Aramaic, istilah Al-Masih ad-Dajjal (المسيح الدجال) dikenal dengan sebutan Mshikha Daggala (ܡܫܝܚܐ ܕܓܠܐ), sedangkan dalam literatur Ibrani ternyata istilah tersebut disebut dengan sebutan Meshikhei sheqer (משיחי שקר). Meskipun berbeda dalam pelafalan diksinya, tetapi ketiganya merujuk pada makna yang sama, yaitu Mesias palsu – the false Messiah.


Injil Matius 24:24 versi Peshitta menyebutkan demikian.

ܢܩܽܘܡܽܘܢ ܓ݁ܶܝܪ ܡܫܺܝܚܶܐ ܕ݁ܰܓ݁ܳܠܶܐ ܘܰܢܒ݂ܺܝܶܐ ܕ݁ܟ݂ܰܕ݁ܳܒ݂ܽܘܬ݂ܳܐ ܘܢܶܬ݁ܠܽܘܢ ܐܳܬ݂ܘܳܬ݂ܳܐ ܪܰܘܪܒ݂ܳܬ݂ܳܐ ܐܰܝܟ݂ ܕ݁ܢܰܛܥܽܘܢ ܐܶܢ ܡܶܫܟ݁ܚܳܐ ܐܳܦ݂ ܠܰܓ݂ܒ݂ܰܝܳܐ ܀

Nqumun geir Mshikhe Daggale wa neviyye d’kaddavuta, w’nitlun atwata rawrwata. Eyk d’nath’on in mishkta af lagvayya.

Matthew 24:24 – For there shall arise false messiahs and prophets of untruth; and they shall give forth magnificent signs, so as to seduce, if possible, the chosen also.


Karena akan datang banyak Al-Masih palsu dan nabi-nabi palsu. Mereka akan memberikan tanda-tanda ajaib yang dahsyat serta juga berbagai mukjizat, supaya kalau bisa, mereka menyesatkan orang-orang pilihan-Nya juga


Sementara itu, teks Injil Matius 24:24 versi bahasa Arab tertulis demikian [1]:


فسيظهر مسحاء دجالون وانبياء كذابون يصنعون الايات والعجاءب العظيمة ليضللوا ان امكن حتى الذين اختراهم الله


“Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul, dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga.”


Ayat suci yang termaktub dalam Matius 24:24 yang tertulis dengan menggunakan istilah Syro-Aramaic ܡܫܝܼܚܹܐ ܕܲܓ̈ܵܠܹܐ (Mšīkhe daggale), ternyata ada kesejajaran episteme dengan istilah Arab, yakni مسحاء دجالون (Musakha-u dajjalun). Dan istilah Syro-Aramaic ܡܫܝܼܚܹܐ ܕܲܓ̈ܵܠܹܐ (Mšīkhe daggale) sebagaimana yang termaktub dalam teks Peshitta tersebut, ternyata berdasar pada kajian semantik leksikal bermakna ganda; yakni merujuk pada makna “the Anointed Ones” dalam konteks agamis dan politis.

Dalam Injil Matius 24:24 itu memang tertulis term plural, yakni ܡܫܝܼܚܹܐ ܕܲܓ̈ܵܠܹܐ Mšīkhe daggale. Pada istilah tersebut terdapat penanda “seyame” yakni sebagai penanda bentuk plural (jamak) atas kata Mšīkhe, yg secara maknawi membuktikan akan adanya ‘mesias-mesias’ yg ‘palsu’ (daggale – adjective, plural). Ayat ini mengkonfirmasi akan adanya kemunculan lebih dari seorang ‘mesias’ selain dari Al-Masih ad-Dajjal itu sendiri.


Teks Perjanjian Baru, terutama yang termaktub dalam nas (I Yohanes 2:22), ternyata juga mencatat bahwa Al-Masih ad-Dajjal (المسيح الدجال) merupakan sosok yang kontras dari Yesus (Isa) yang disebut sebagai Al-Masih (المسيح), sebagaimana catatan kitab suci [2]:.


فمن هو الكذاب الا الذي ينكر ان يسوع هو المسيح. هذا هو المسيح الدجال الذي ينكر الاب والابن معا.


fa man huwa al-kadzdzab illa alladzi yunkiru inna Yasu’ huwa Al-Masih. Hadza huwa Al-Masih ad-Dajjal alladzi yunkiru Al-Ab wal Ibn ma’an.


(Siapakah dia sang pendusta itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Yesus adalah Al-Masih? Dia itu adalah Al-Masih ad-Dajjal, yaitu dia yang menyangkal baik Bapa maupun Anak),


Menariknya, teks Peshitta berbahasa Syro-Aramaic menyebut المسيح الدجال (Al-Masih ad-Dajjal) dengan sebutan ܡܫܝܚܐ ܕܓܠܐ (Mshikha Daggala). Nas tersebut dengan ungkapan demikian:

ܡܰܢܽܘ ܕ݁ܰܓ݁ܳܠܳܐ ܐܶܠܳܐ ܐܶܢ ܐܰܝܢܳܐ ܕ݁ܟ݂ܳܦ݂ܰܪ ܕ݁ܝܶܫܽܘܥ ܠܳܐ ܗ݈ܘܳܐ ܡܫܺܝܚܳܐ ܗܳܢܳܐ ܗܽܘ ܡܫܺܝܚܳܐ ܕ݁ܰܓ݁ܳܠܳܐ ܗܰܘ ܕ݁ܟ݂ܳܦ݂ܰܪ ܒ݁ܰܐܒ݂ܳܐ ܟ݁ܳܦ݂ܰܪ ܐܳܦ݂ ܒ݁ܰܒ݂ܪܳܐ ܀ 

Mennu daggala ella in ayna d’kafar d’Isho la hawa Mshikha we hanaw ܡܫܝܚܐ ܕܓܠܐ – Mshikha Daggala. Haw d’kafar be Aba kafar af be Bra.

Who is a liar, if not he who denieth that Jesus is the Messiah? and this (one) is a false meshiha. He who denieth the Father, denieth also the Son;


Studi sejarah bangsa Yahudi pasca Isa (Yesus) serta munculnya klaim orang-orang yang mengaku sebagai ‘mesias-mesias’ dalam hal ini sangat penting utk dikaji, terutama bukunya Max Isaac Dimont dalam karyanya “Jews, God and History” (2018), dan bukunya Reza Aslan berjudul “Zealot: the Life and Times of Jesus of Nazareth” (New York: Random House, 2013).

Pax-Britannica, Fase ke-1


Tanda-tanda kemunculan Dajjal memang sudah dirasakan dalam tahun-tahun terakhir ini, yang ditandai adanya maraknya fitnah dan makar dimana-mana. Dajjal sendiri pun sudah disambut kedatangannya sejak berdirinya negara Israel pada tahun 1948, dan berdirinya negara Saudi Arabia pada tahun 1932 yang diprakarsai Pax-Britanica yang didirikan di bekas wilayah imperium Islam Ottoman pasca kekalahan poros Jerman dalam Perang Dunia I (PD ke-1). Itulah sebabnya, ada hubungan rahasia yang sangat mesra antara Israel – Saudi Arabia – UK tatkala kedua negara, yakni Israel dan Saudi Arabia didirikan, dan juga ada hubungan mesra antara Saudi Arabia – Israel – USA saat kota Yerusalem dijadikan sebagai ibukota resmi oleh negara Israel.


Persiapan kedatangan Dajjal pada fase ke-1 telah dimulai, yakni dengan berdirinya negara Israel, yang didirikan oleh orang-orang Jewish Zionists atas nama klaim agama Yahudi, meskipun kaum mayoritas Yahudi Ortodoks menolaknya. Sementara itu, negara Saudi Arabia juga telah didirikan oleh orang-orang Muslim Zionists atas nama klaim agama Islam, meskipun kaum mayoritas Muslim Sunni telah menolaknya. Tentu Anda masih ingat tokoh besar Zionist yang terlibat atas berdirinya negara Saudi Arabia, yakni Thomas Edward Lawrence yang dikenal sebagai Prince Lawrence of Arabia. Silakan Anda membaca buku penting karya Sir Ronald Storrs berjudul “Lawrence of Arabia: Zionism and Palestine” (New York: Penguin Books, 1937), dan karyanya Imran N. Hosein berjudul “The Caliphate, the Hejaz and the Saudi-Wahabi Nation-State” (New York: Masjid Dar al-Qur’an, 1996).

Pax-Americana, fase ke-2


Kini, fase ke-2 untuk menyambut kedatangan Dajjal juga dipersiapkan, yakni adanya pengakuan secara de jure atas kota Yerusalem sebagai ibukota resmi negara Israel oleh Saudi Arabia dan USA. Pada fase ke-1 ini banyak buku telah ditulis, yakni adanya gelombang migrasi kaum Yahudi secara besar-besaran menuju tanah Palestina, dan migrasi besar-besaran ini terjadi sejak tahun 1948 hingga kini. Berkaitan dengan persoalan gelombang migrasi kaum Yahudi ke tanah Palestina dan konflik yang melingkupinya, maka para pembaca dapat membaca 3 buku penting para sejarawan Yahudi berikut ini:

  1. (“The Fateful Triangle: Israel, the United States and the Palestines” karya Prof. Noam Chomsky (Montreal: Black Rose Books, 1984),
  2. “War and Peace in the Middle East: A Concise History” karya Prof. Aim Shlaim (New York: Penguin Books, 1995),
  3. “One State, Two States: Resolving the Israel/Palestine Conflict” karya Prof. Benny Morris (New Haven & London: Yale University Press, 2009).


Ketiga karya sejarawan Yahudi tersebut mewakili cara pandang yang berbeda, yang dua anti-Zionis, sedangkan yang satu pro-Zionis. Ketiganya dikenal sebagai “historian” yang sekarang sering dinamakan sebagai “mazhab sejarawan baru (New Historian)”. Ketiga profesor dengan pandangan yang berbeda bahkan berlawanan ini akan memberikan pandangan yang tidak sederhana tentang apa yang terjadi di kawasan Timur Tengah, khususnya terkait konflik Israel – Palestina. Ketiga profesor tersebut menggunakan sumber data dalam negeri mereka. Prof. Ilan Pappe dan Prof. Benny Morris keduanya terkenal menggunakan sumber utama Israel, termasuk sumber paramiliter dan tulisan langsung para “Bapak Bangsa” sebelum negara Israel itu berdiri. Namun, keduanya memiliki pandangan yang bertolak belakang dan kesimpulan yang berbeda pula, meskipun hal itu merujuk pada sumber data yang sama. Sementara itu, Prof. Noam Chomsky adalah seorang ahli bahasa dan politik, sekaligus pengamat Amerika yang sangat kritis menilai kebijakan luar negeri USA.


Fakta fase ke-2 terkait persiapan kedatangan Dajjal adalah penahbisan kota Yerusalem sebagai ibukota resmi negara Israel. Maulana Imran N. Hosein telah menyatakan betapa pentingnya kota suci Jerusalem sebagai tanda Akhir Zaman, dan beliau ternyata telah menulis buku ttng Jerusalem tersebut pada tahun 2002. Itu artinya, sebelum Presiden USA Donald Trump secara resmi mengumumkan Jerusalem pada tahun 2017 sebagai ibukota negara Israel, maka Maulana Imran N. Hosein sendiri sudah menyatakannya. Dalam bukunya “Jerusalem in the Quran: An Islamic View of the Destiny of Jerusalem” (San Fernando: Masjid Jamiah, 2002), hlm. 21 Maulana Imran N. Hosein mengatakan: “the book begins, appropriately with the mystery of Jerusalem, the town in the Quran. Perhaps the reason for a mysterious treatment of the subject is because Islam has taught that Jerusalem is destined to play a central crucial role in the Last Age.”


Sejarah telah membuktikan. Pada tgl. 6 Desember 2017, presiden USA Donald Trump telah menyatakan dan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel, dan presiden Donald Trump sendiri telah mengumumkan akan segera memindahkan kedutaan USA dari kota Tel-Aviv ke kota Yerusalem. Pada tgl. 23 Februari 2018, Departemen Luar Negeri USA juga mengumumkan kembali bahwa Kedutaan Besar USA secara resmi akan dibuka di Yerusalem pada tgl. 14 Mei 2018, bertepatan dengan 70 tahun berdirinya negara Israel. Kini, Kedutaan Besar USA di Israel terletak di kawasan Arnona, Yerusalem Barat. Ini adalah fakta sejarah yang tidak bisa ditolak oleh siapapun. USA dan Saudi Arabia kini telah mengakui Yerusalam sebagai ibukota resmi negara Israel secara de jure. Bahkan, Saudi Arabia sangat begitu dekat dan akrab dengan Israel.


Pax-Judaica, fase ke-3


Fase ke-3 utk menyambut Dajjal akan segera terjadi. Dajjal akan segera bertahta di Singgasana Solomo, Raja Israel. Guru mulia Maulana Imran N. Hosein telah menulis 3 buah buku berkaitan dengan tema besar ini, yakni

  1. “Jerusalem in the Quran: An Islamic View of the Destiny of Jerusalem” (2002),
  2. “Dajjal the Quran and Awwal al-Zaman: the Beginning of History” (2017),
  3. “The Quran, Dajjal and the Jasad” (2019).

Pada fase ke-3 tersebut, kedatangan Dajjal akan ditandai dengan sebuah tanda besar, yakni adanya pembangunan Bait Suci ke-3 di atas reruntuhan Masjid Al-Aqsa. Inilah tanda kehadiran sebenarnya dari Al-Masih Dajjal.

Rashi dan Rambam telah menyebutkan mengenai adanya pembangunan Bait Suci ke-3 sebagai Beyt ha-Miqdas tatkala Mesias yang ditungu-tunggu itu datang, sebagaimana yang tercatat dalam Mishneh Torah, Hilkhot Melachim 11:1,4 dan Talmud Yerushalmi, masechet Megillah 1:11.

Sirah Al-Masih Dajjal Bag.1: Keterkaitan Al-Masihu Dajjal dgn Yesus, Adam, Saudi, Israel & Yerusalem

Footnotes:

  1. Alkitab: Al-Kitab al-Muqaddas. Arab – Indonesia. ‘Arabiy – Indunisiy (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2003), hlm. 86
  2. Alkitab: Al-Kitab al-Muqaddas. Arab – Indonesia. ‘Arabiy – Indunisiy (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 3003), hlm. 765.

MESIAS YANG ILAHI DAN INSANI

Kalau kita membaca TaNaKH (Torah Neviem ve Khetuvim) yang berkaitan dengan “kelahiran” dan “penciptaan” sesuatu, ternyata memang tidak dikenal adanya konsep “dilahirkan” tapi “tidak diciptakan”, dan dalam hal “kelahiran” atau pun “penciptaan” juga tidak dikenal adanya paduan kodrat ganda pada sesuatu, yakni adanya kodrat keilahian sekaligus kodrat kemanusiaan (kodrat kemakhlukan).

Quran menegaskan bahwa Isa Al-Masih itu hanya sebagai الكلمة (al-Kalimah) yakni Sang Firman sebagai mufrad, bukan كلام (Kalam), dan Quran menegaskan bahwa الكلة (al-Kalimah) yakni Sang Firman itu sebagai ciptaan, BUKAN yang menjadi penyebab/sumber ciptaan.

Pernyataan Quran bahwa Isa Al-Masih yakni Sang Firman (al-Kalimah) sebagai CIPTAAN dan bukan sebagai SUMBER ciptaan, juga dibenarkan oleh tradisi Yahudi mengenai Mesias yang juga sebagai CIPTAAN karena memang Messiah itu diciptakan, BUKAN tidak diciptakan.

“Three things were created on the basis of the name of the Holy One: the Righteous, the Messiah and Jerusalem.”. “Ada 3 yang diciptakan, salah satunya adalah Messiah1.

Inilah benang merah antara dokumen Islam dan dokumen Yahudi. Bila menurut Torah/TaNaKH, TUHAN sejak semula menciptakan (BARA: “mencipta) langit dan bumi, dan TUHAN sejak semula membentuk (‘ASYA: “membentuk”) langit dan bumi, dan sejak semula langit dan bumi ada proses kelahiran (TOLEDOTH – תולדות : “kelahiran/birth”), lihat Sefer Bereshit 2:4; maka hal ini membuktikan bahwa langit dan bumi itu sebenarnya “dilahirkan dan diciptakan” (gennenthenta kai poiethenta) BUKAN “dilahirkan tapi tidak diciptakan” (gennenthenta ou poiethenta). Hal ini juga membuktikan bahwa langit dan bumi sebenarnya “dilahirkan” dan “diciptakan” tanpa ada kodrat ganda, atau pun hanya memiliki kodrat keilahian. Namun justru hanya menegaskan adanya kodrat kemakhlukan saja. Uniknya Sefer Bereshit (Genesis) 2:4 dalam teksnya ternyata juga digunakan 2 kata kunci utama yang muncul bersamaan dengan maksud yang sama, yakni ילד (YELED) lit. “lahir” dan ברא (BARA), lit. “cipta” yang keduanya merujuk pada makna yang sama. Jadi “dilahirkan” itu sepadan dengan “diciptakan”, dan yang “diciptakan” itu maksudnya sama dengan “dilahirkan.” Dengan demikian, “kelahiran” langit dan bumi tidak ada kaitannya dengan adanya kodrat keilahian. Begitu juga Mesias itu ada proses תולדות (kelahiran) yang juga tanpa ada kodrat keilahian.

Talmud Bavli, maskehet Baba Bathra 75b menyebutkan bahwa Messiah itu dilahirkan dan diciptakan. Tidak ada pernyataan di dalam Talmud bahwa Messiah itu “dilahirkan tapi “tidak diciptakan” atau pun “dilahirkan bukan diciptakan” (English: begotten not created; Latin: genitum non factum, Yunani: gennethenta pro panton; Arab: مولود غير مخلوق – mawlud ghayr makhluq).

Thread ini tidak berbicara mengenai דעת יה (Da’at HASHEM), חכמה (Hochmah), דבר (Davar) atau pun מימרא (Meimra). Justru thread ini hanya fokus pada apa sebenarnya makna ילד dan ברא dalam teks Masoret Ibrani atau pun teks Qumran, yang ternyata kedua istilah tersebut tidak ada indikasi kuat yang berfungsi sebagai pembeda makna, tidak ada indikasi bahwa istilah ילד merujuk pada makna “kelahiran” dengan kodrat keilahian, sedangkan istilah ברא merujuk pada makna “penciptaan” dengan kodrat kemakhlukan. Silakan Anda cermati teks Sefer Bereshit 2:4 ternyata terkait penciptaan langit dan bumi meskipun menggunakan istilah ילד (birth) dan ברא (created); dan tentunya istilah ילד (birth) lit. “kelahiran” tidak membuktikan bahwa langit dan bumi tersebut dilahirkan dalam kodrat keilahian.

Bila teks Talmud menyebutkan istilah ילד (birth) yang ditujukan kepada Mesias, maka jelas hal itu membuktikan tidak adanya makna lain selain makna penciptaan, dan tidak ada kaitannya dengan kodrat keilahian, tapi justru hanya merujuk pada kodrat kemakhlukan. Begitu juga teks Qumran yang menggunakan istilah ילד (birth) untuk Mesias juga tdk ada kaitannya dng kodrat keilahian. Kesejajaran penggunaan istilah ילד (birth) dalam teks Masoret Ibrani (abad ke-8 M), teks Qumran (abad ke-3 SM.) misalnya 1Qsa 2:12 dan teks Talmud (abad 5 M.) misalnya Talmud Bavli masekhet Baba Bathra 75b ternyata ada konsistensi pesan yang mengacu pada makna kodrat kemanusian ataupun kemakhlukan, dan bukan merujuk pada makna kodrat keilahian. Intinya, Mesias itu dilahirkan dalam makna kodrat kemanusiaan (ciptaan), bukan dilahirkan dalam makna kodrat keilahian.

Masalahnya menjadi lain, tatkala adanya Konsili Gereja di kota Nicea tahun 325 M. yang konsepnya menyebal dari tradisi linguistic Hebraic yang kemudian menetapkan istilah ילד (lahir) sebagai kodrat keilahian yang berbeda dengan istilah ברא (cipta), sehingga muncul rumusan kredo “dilahirkan bukan diciptakan” (genitum non factum).

Perbedaan makna ילד (lahir) dan makna ברא (cipta) yang dikontraskan ini justru mengkristal saat terjadi perumusan Kredo (Syahadat Iman) Nicea yang formulanya dirumuskan pada thn 325 CE. Kredo tersebut menyatakan:

Credo in unum Denum, Patrem omnipotentem, factorem caeli et terrae, visibilium omnium et invisibilium.
(Aku percaya akan satu Allah, Bapa yang MahaKuasa, Pencipta langit dan bumi dan segala sesuatu yang kelihatan dan yang tdk kelihatan).

Et in unum Dominum Jesum Christum, Filium Dei unigenitum. Et ex Patre natum ante omnia saecula. Deum de Deo, lumen de lumine, Deum verum de Deo vero.GENITUM non FACTUM …..
(Dan akan satu Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah yang tunggal. Dia keluar dari Bapa sebelum segala abad, Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah yang benar dari Allah yang benar. DIA DILAHIRKAN bukan DICIPTAKAN …”).

Jadi Gereja menyatakan secara tegas bahwa Bapa itu PENCIPTA langit dan bumi, artinya Sang Bapa tidak MELAHIRKAN langit dan bumi, tetapi Sang Bapa telah MELAHIRKAN Sang Putera saja. Dengan demikian, Yesus itu DILAHIRKAN, bukan DICIPTAKAN oleh Sang Bapa. Penjungkirbalikan makna ילד (“birth”) tersebut memang inkonsisten dalam ranah kajian linguistik Ibrani.

1. Allah Bapa itu Patrem FACTOREM caeli et terae (PENCIPTA langit dan bumi).
2. Kristus itu GENITUM NON FACTUM (DILAHIRKAN bukan DICIPTAKAN).

KESIMPULAN

Sebagai sebuah refleksi, Mesias itu memang diciptakan sebagaimana teks yang termaktub dalam dokumen Talmud Bavli dan Torah/TaNaKH dan teks Qumran. Hal itu adalah memang sangat BENAR demikian, karena Mesias memang diyakini oleh teks suci Yahudi sebagai “Anak Manusia”, sehingga tentu saja pada diri-nya HANYA memiliki “kodrat kemanusiaan” dan tidak memiliki kodrat keilahian, dan sebagai konsekwensinya maka dia (Mesias) adalah HANYA semata-mata ciptaan.

Semoga mencerahkan kepada para pembaca.

 

Footnotes:

  1. (Talmud Bavli, masekhet Baba Bathra 75b.)