Antara Hindu dan Hoddu (הדו) dalam Kitab Suci Yahudi.

שלום עליכם
السلام عليكم

Hoddu urdu

Ada kutipan teks Urdu dalam buku saya berjudul “Aryo-Semitic Philology: the Semitization of Vedas and Sanskrit Elements in Hebrew and Abrahamic Texts (Surabaya: Airlangga University Press, 2018).

Istilah הדו (Hoddu) dalam kitab TaNaKH (Torah Neviem ve Khetuvim) berbahasa Ibrani, sebagaimana yang termaktub dalam kitab Esther (Sefer Esther) yang ditulis di wilayah tradisi Arya, ternyata term הדו (Hoddu) merupakan istilah kosakata Sanskrit yang ter-Ibrani-kan atau Hebraized Sanskrit term. Dengan kata lain, istilah הדו (Hoddu) merupakan kosakata Judeo-Sanskrit sebagai bentuk Ibranisasi dari kosakata khas keagamaan Hindu dari tradisi Arya yang kemudian diadopsi dalam bahasa Ibrani Masoret (Biblical Hebrew).

Fakta tektual ini justru membuktikan adanya kesinambungan akar sejarah keagamaan dari tradisi Brahmanic (Arya) ke tradisi Abrahamic (Semit). Bila teks keagamaan Hindu bertradisi Arya ini migrasi ke wilayah Nusantara, maka muncullah kosakata “Geni” (api) dalam bahasa Jawa, yang berasal dari kata “Agni” (api) dalam bahasa Sanskrit. Begitu pula munculnya kosakata “Santri” (orang yang belajar kitab-kitab Islam di pesantren) dalam bahasa Jawa merupakan bentuk Islamisasi dari terminologi keagamaan Hindu (Islamized Brahmanic term) yang asalnya diadopsi dari kosakata bahasa Tamil, yakni “Santri” (orang yang belajar kitab Veda dan Vedanta); dan istilah ini ternyata juga berasal dari kata “Sastri” (orang yang belajar kitab Veda dan Vedanta) dalam bahasa Sanskrit, sedangkan kitab Veda dan Vedanta itu sendiri disebut “Sastra” dalam bahasa Sanskrit.

Jadi sebenarnya banyak kosakata Sanskrit yang diadopsi dalam bahasa Jawa. Bahkan, istilah “Jawa” itu sendiri dalam bahasa Jawa merupakan istilah serapan dari bahasa Vedic Sanskrit, yakni dari kosakata “Yava-dvipam” yang kemudian telah mengalami proses Jawanisasi menjadi “Jawa-dwipa” yang artinya “pulau Jawa.” Hal ini tentu maknanya merujuk pada konteks wilayah Jawa. Identitas wilayah Jawa memang telah tercatat dalam kitab Veda Ramayana, sehingga tidak mengherankan bila teks Veda akhirnya juga migrasi ke wilayah Nusantara, khususnya wilayah Jawa. Dalam Veda Ramayana, bagian Kiskinda-khanda 40:30 disebutkan:

yatnavanto Yava-dvipam
sapta rajyopa-sobhitam

(selanjutnya kalian akan memasuki wilayah pulau Jawa yang termasyhur, dan terdiri atas 7 kerajaan).

Sebaliknya, bila teks keagamaan Hindu bertradisi Arya ini migrasi ke wilayah Semit, maka muncullah kosakata “Hoddu” dalam bahasa Ibrani, yang berasal dari kata “Hindhu” dalam bahasa Sanskrit. Dan, istilah “Hindhu” dalam bahasa Sanskrit itu ternyata juga sepadan dng sebutan “Hindustan” dalam bahasa Urdu. Begitu pula munculnya istilah Ibrani תוכיים (tukiyyim, “parrots”) dalam Perjanjian Lama (the Old Testament) yang termaktub dalam kitab Raja2 (the book of Kings) dan kitab Tawarikh (the book of Chronicles) ternyata asalnya merupakan adopsi dari kosakata Tamil “tukiyyim” (parrots), dan istilah ini ternyata berasal dari kosakata bahasa Sanskrit yakni “sukim” (parrots).

Menariknya, dalam kitab Talmud, Bava Batra 15.a.2 disebutkan: וירמיה כתב ספרו וספר מלכים וקינות (ve Yermiyahu katav sefero ve sefer Melachim ve Qinot – Jeremias scripsit librum suum et librum Regum et Threnos), yang artinya: “dan Nabi Yeremiyah sendiri yang telah menulis kitab Yeremiyah, begitu juga kitab Raja-raja dan kitab Ratapan.” Dan fakta historis membuktikan bahwa Nabi Yeremiyah menulis kitab-kitab tersebut di wilayah yang terhegemoni tradisi Arya. Dengan demikian, tidaklah mengherankan bila istilah תוכיים (tukiyyim) merupakan bentuk Ibranisasi dari kosakata Sanskrit (“sukim“) yang bisa disebut sebagai Hebraized-Sanskrit term. Amazing.

Dengan demikian, peradaban Arya ternyata bukan hanya menyebar ke wilayah Nusantara, tetapi juga menyebar ke wilayah peradaban Semit (Timur Tengah).

Book Release: “Aryo-Semitic Philology: The Semitization of Vedas and Sanskrit Elements in Hebrew and Abrahamic Texts” (Surabaya: Airlangga University Press, 2018)

img-20180522-wa00118403580893794179019.jpg

Banyak para akademisi telah membaca buku “The Foreign Vocabulary of the Quran” karya Arthur Jefferey (Baroda: Oriental Institute, 1938). Karya ini memang familiar di antara para misionaris untuk membuktikan adanya loanwords (kosakata asing) non-Arabic dalam Quran. Namun, kita juga harus jujur mengakui bahwa para ahli Biblikal faktanya telah mengakui adanya pengaruh kosakata asing (loanwords) non-Hebrew dalam Alkitab Perjanjian Lama (TaNaKH). Munculnya pengaruh kosakata asing (loanwords) dalam teks Perjanjian Lama (PL/TaNaKH) merupakan suatu keniscayaan dalam proses penjadian teks, apalagi penjadian teks TaNaKH yang kemudian ‘disucikan.’ Teks tidak pernah lahir dalam ruang hampa, dan teks itu sendiri muncul dalan konteks sosial, relasi bahasa dan interaksi budaya yang mengitarinya.

Dalam riset linguistic, Prof. James Barr, Ph.D., penulis buku “Comparative Philology and the Text of the Old Testament” (Oxford: The Clarendon Press, 1968) menyebutkan adanya hegemoni loanwords and words of non-Semitic origin dalam teks Perjanjian Lama (Biblical Hebrew Texts). Prof. Mats Eskhult, Ph.D., penulis “The Importance of Loanwords for Dating Biblical Hebrew Texts” (London-New York: T & T Clark International, 2003) dari Department of Asian and African Languages, Uppsala University (Swedan) juga memaparparkan bahwa bahasa-bahasa dominan yang berpengaruh dan terekam dalam teks TaNaKH (Perjanjian Lama) meliputi 4 bahasa utama, yakni bahasa Akkadia, bahasa Aramaic, bahasa Koptik (Ancient Egytian) dan bahasa Persia.

Ini membuktikan bahwa teks Perjanjian Lama tidak pernah ‘menjadi’ secara steril dan terasing daei bahasa-bahasa lain yang mengitarinya.

Sementara itu, Prof. Arthur Jeffery, Ph.D. penulis buku “The Foreign Vocabulary of the Quran” (Baroda: Oriental Institute, 1938) dan J. Spencer Trimingham penulis buku “Christianity among the Arabs in pre-Islamic Times” (London: Longman, 1979) juga menyebutkan adanya 4 bahasa-bahasa dominan yang berpengaruh dan terekam dalam Quran, yaitu bahasa Hebrew (Ibrani), Suryani (Syriac), Persian dan Etiopia (Amharic).

Berdasarkan pembuktian filologis, saya mencoba utk menyuguhkan karya saya berjudul “Aryo-Semitic Philology: The Semitization of Vedas and Sanskrit Elements in Hebrew and Abrahamic Texts” (Surabaya: Airlangga University Press, 2018) sebagai alternatif bacaan kepada para pembaca tentang adanya pengaruh kosakata asing non-Hebrew di antaranya hegemoni bahasa Sanskrit dan Persian – sebagaimana yang termaktub dalam Perjanjian Lama.

Hegemoni bahasa Sanskrit dan Persia merupakan bahasa-bahasa utama dalam tradisi Arya; dan kedua bahasa tersebut ternyata jejaknya amat dominan dalam bahasa Ibrani Masoret (Biblical Hebrew). Bahasa Sanskrit dan bahasa Persia justru dominan menaklukkan (‘conquer’) bahasa Ibrani Biblikal, yang jejaknya termaktub dalam teks Perjanjian Lama (PL).

Saya berharap, karya saya yang berjudul “Aryo-Semitic Philology: The Semitization of Vedas and Sanskrit Elements in Hebrew and Abrahamic Texts” merupakan karya kritik dan sekaligus sebagai karya pembanding atas bukunya Arthur Jeffery yang berjudul “The Foreign Vocabulary of the Quran.”